Pengikut

Rabu, 07 Desember 2016

study al-qur'an

STUDI AL-QUR’AN


A. PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang dibawa Nabi Muhammad dari Allah SWT. Agama Islam, agama yang dianut oleh ratusan juta kaum muslim diseluruh penjuru pelosok dunia yang menjamin kebahagiaan bagi setiap penganutnya di dunia maupun di akhirat kelak. Sebuah agama dapat berdiri karena adanya sumber ajaran yang dapat memberikan landasan bagi pengikutnya. Agama islam memiliki pedoman ajaran yaitu Al-Quran dan Al-Hadits. Semua permasalahan yang terjadi telah dibahas penyelesaiannya dalam kedua sumber pedoman tersebut. Al-Quran memberi petunjuk kepada jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, “sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang lebih lurus” (QS. Al-Isra’ : 9)
Al-Quran adalah kitab suci agama Islam dan wahyu yang diterima Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya sebagaimana terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5. Al-Quran membahas secara detail permasalahan-permasalahan yang terjadi. Disamping itu pula didalam Al-Quran juga memberikan solusi atau penyelesaian atas suatu peristiwa atau permasalahan. Al-Quran juga memiliki banyak fungsi dan selalu mempunyai hubungan yang pasti dalam fenomena-fenomena kehidupan, hal ini diantaranya mukjizat, akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, hukum, sejarah, dan dasar-dasar sains.Untuk itulah materi tentang Al-Quran ini sangat penting untuk dipelajari.
Untuk itu, karena pentingnya mempelajari dan mendalami Al-Quran, dalam makalah ini akan membahas :
1. Apa pengertian Al-Quran?
2. Apa kandungan dan fungsi Al-Quran?
3. Bagaiman asbab al-nuzul Al-Quran? 




B. PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Quran
Secara etimologis, kata al-quran merupakan mashdar dari kata qa-ra-a, yang berarti “bacaan” dan “apa yang tertulis padanya”. Berdasarkan asal kata al-Quran, ada beberapa pendapat yaitu:
a. Al-Syafi’i [ 150-204 H ], berpendapat bahwa kata al-Quran ditulis dan di baca tanpa hamzah (al-Quran) dan tidak diambil dari kata lain. al-Quran adalah nama khusus yang dipakai untuk kitab suci di berikan kepada Nabi Muhammad Saw, seperti halnya kitab Injil dan Taurat yang diberikan Tuhan untuk Nabi Isa As dan Nabi Musa As.
b. Al-Fara’ dalam kitabnya Ma’an al-Quran berpendapat bahwa lafal al-Quran tidak memakai hamzah dan di ambil dari kata qara’in, jama’ dari qarinah , yang berarti indikator (petunjuk). Sebab sebagian ayat-ayat al-Quran itu serupa satu sama lainnya, sehingga seolah-olah sebagian ayatnya merupkan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat-ayat al-Quran yang serupa tersebut.
c. Al-Asy’ari, berpedapat bahwa lafal al-Quran tidak memakai Hamzah dan diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan. Karena surat-surat al-Quran dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
d. Al-Sajjaj, berpendapat bahwa lafal al-Quran itu berhamzah, mengikuti wazan fu’lan dan diambil dari kata al-qar’u yang berarti menghimpun. Karena al-Quran merupakan kitab suci yang menghimpun intisari dari ajaran-ajaran dan kitab-kitab suci terdahulu.
e. Al-Lihyani, berpendapat bahwa lafal al-Quran itu berhamzah. Bentuk mashdar-nya yang diambil dari kata qara’a yang artinya membaca. Karena menurut al-Lihyani lafal al-Quran berbentuk mashdar yang bermakna isim maf’ul. Maka, al-Quran artinya maqru’ ( yang dibaca).
f. Subhi al- Shalih, menyamakan kata al-Quran denagn al-Qira’ah sebagaimana yang terkandung dalam Qs al-Qiyamah:7-18.
Apabila ditinjau dari aspek terminologis terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama antara lain:
a. Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa al- Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
b. Al-Amidi menyatakan bahwa al-Quran sebagai kallam Allah, mengandung mukjizat, dan diturunkan kepada Rasullulah Muhammad Saw., dalam bahasa arab yang dinukilkan  kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, dimulai  dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
c. Abdul Wahab Khallaf, menyatakan bahwa al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasullulah, Muhammad bin Abdullah, melalui malaikat jibril dengan menggunakan lafadz bahasa arab dan dengan makna yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasullulah, menjadi undang-undang bagi umat manusia, memberi petunjuk bagi umat manusia dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah Swt dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushafnya, mulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas. Disampaikan secara mukhtawatir kepada kita dari generasi ke generasi yang baik secara lisan maupun tulisan dan terjaga dari perubahan dan pergantian.
Berdasarkan definisi diatas beberapa ulama menyimpulkan bahwa al-Quran memiliki beberapa ciri, antara lain:
a. Al-Quran merupakan kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
b. Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa surat al-Quran antara lain: QS al-Syu’ara [26]:192-195, QS Yusuf [12]: 2, QS al-Zumar [39]: 28, QS al-Zumar [39]: 28, QS Ibrahim [14]: 4.
“Dan sesungguhnya al-Quran ini  benar-benar diturunkan oleh than semesta alam. Dia diturunkan oleh Ar-Ruh Al-Amin (jibril). Kedalam hatimu (Muhammad)agar kamu menjadi salah seorang dintara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa arab yang jelas. [QS al-Syu’ara [26]:192-195]”
“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-Quran dengan berbaha arab, agar kamu memahaminya.[QS Yusuf [12]: 2]”
“(Ialah) al-Quran dalam bahasa arab yang tidak ada kebengkokannya (di dalamnya) supaya mereka berkata. [QS al-Zumar [39]: 28]”
“Dan sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: ”Sesungguhnya al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadnya bahasa ‘Ajam, sedangkan al-Quran adalah dalam bahasa arab yang terang”. [QS al-Zumar [39]: 28]

“Kami tidak mengutus seorang Rosul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. Dan dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. [QS Ibrahim [14]: 4].
c. Al-Quran itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir ( diturunkan oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang, dan mereka itu sepakat untuk tidak berdusta). Sebagaimana  yang difirmankan Allah dalam surat al- Hijr[15]:9:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”
d. Membaca setiap kata dalam al-Quran itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan itu dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf al-Quran.
e. Al-Quran dianggap sebagai suatu kehati-hatian bagi para ulama untuk membedakan al-Quran denga kitab-kitab lainnya adalah bahwa dalam  al-Quran  dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-nas. Dengan tata urutan yang terdapat dalam al-Quran disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi MuhammadSaw., tidak boleh diubah dan diganti letaknya. 

B. Kandungan dan Fungsi al-Quran
Fungsi al-Quran yaitu:
1. Al-Quran sebagai kitab suci umat islam yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw.
2. Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Untuk itu al-Quran perlu dibaca, dipelajari dan diperoleh maknanya untuk diamalkan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sumber pokok ajaran islam. Sebagai sumber pokok ajaran islam, al quran tidak hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan manusian dengan allah, tetapi juga berisi ajaran tentang social-ekonomi, akhlak/moral, pendidikan, kebudayaan, politik dan sebagainnya. Dengan demikian, al-Quran dapat menjadi way of life bagi seluruh umat manusia. 
Isi kandungan al-Quran 
Al-Quran sebagai pedoman hidup umat islam berisi pokok-pokok ajaran yang berguna sebagai tuntunan manusia dalam menjalani kehidupan. Di antara isi kandungan al-Quran yaitu:
Ajaran tauhid (doktrin tentang kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa).
Janji dan ancaman Tuhan.
Ibadah.
Jalan menuju kebahagiaan hidup.
Berita-berita atau cerita-cerita umat terdahulu.
Dibawah ini kami mencoba menunjukkan bahwa surat al-fatihah dapat memproyeksikan kelima prinsip yang terdapat di dalam al-Quran sebagai berikut:
a. Ajaran tauhid. Ajaran tauhid tergambar pada ayat kedua surah al-Fatihah, karena ayat ini mengandung pernyataaan bahwa Allah saja yang berhak menerima segala puji dan syukur, karena pada hakikatnya segala nikmat yang didapatkan manusia dari Tuhan pula. Kemudian ayat enam memperjelas pengakuannya kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, karena ayat ini menyatakan bahwa hanya Tuhanlah yang diminta pertolongan.
b. Janji dan ancaman Tuhan. Janji Tuhan tergambar dalam ayat 1 dan 2 surah al-Fatihah, karena Tuhan memerintah manusia untuk bertauhid (ber-Ketuhanan Yang Maha Esa) dan beribadah adalah semata-mata sebagai rahmat Tuhan kepada manusia sendiri, demi untuk kepentingan dan kemaslahatannya. Selanjutnya ayat 4 mengandung janji dan ancaman Tuhan, Karena Ayat ini mengingatkan manusia bahwa Allah adalah yang berkuasa pada hari pembalasan nanti.
c. Ibadah. Terdapat pada ayat 5 surat al-Fatihah.
d. Jalan menuju kebahagiaan hidup. Tergambar pada ayat 6, karena ayat ini mengingatkan manusia agar menempuh jalan yang lurus yang diridhai oleh Tuhan untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat.
e. Berita-berita tentang umat terdahulu. Pada ayat 7, karena ayat ini mengingatkan umat manusia tentang adanya 2 macam kelompok manusia, yakni: (1) orang-orang yang mendapat nikmat dan rahmat Tuham karena mereka beragama dan taat terhadap ajaran agamanya. (2) orang-orang yang mendapat murka dari Tuhan dan orang-orang yang sesat, karena mereka menentang ajaran Tuhan. 



C. Asbabul Nuzul Al-Quran
Al-Quran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu : 
1. Al-Quran turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh.
2. Al-Quran turun dari Lukh Mahfudh ke baitu Al-izzah (tempat yang berada dilangit dunia).
3. Al-Quran turun dari bait Al-izzah ke hati Nabi Muhammad melalui perantara 
Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkan satu surat.
Proses turunnya wahyu adakalanya dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa yang terjadi maka turunlah ayat Al-Quran mengenai peristiwa itu, pertanyaan sahabat apabila Rasulullah ditanya sesuatu hal maka turunlah ayat Quran menerangkan hukumnya, dan adakalanya tanpa ada sebab yang menjadi latarbelakangnya. Artinya, ada ayat yang turun tanpa ada sebab yang mendahuluinya. Ayat dalam kategori semacam ini turun memang atas kehendak Allah. Diantara ayat al-Quran yang diturunkan sebagai permulaan tanpaa sebab mengenai akidah iman, kewajiban islam, dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Dalam kaitannya dengan usaha memahami ayat-ayat al-Quran, pemahaman akan asbab al-nuzul memegang peranan yang cukup penting. Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh suatu ayat atau beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Secara lebih jelas yang dimaksud dengan asbab al-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah atau pertanyaan-pertanyaan yang datang dari kalangan sahabat yang mana pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi perhatian khusus Rasulullah.
Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui asbab al-nuzul. Pertama mengetahui hikmah pensyariatan suatu hukum. Kedua membantu pemahaman makna suatu ayat serta menejelaskan kejanggalan atau kesulitan makna. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah:115.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini menegaskan bahwa seseorang tidak wajib untuk menghadap kiblat ketika melakukan shalat, dalam perjalanan maupun tidak. Namun hal ini menyalahi ijma’. Dengan mengetahui sebab turunnya ayat akan diketahui bahwa ayat tersebut hanya tertentu pada shalat sunnat dalam perjalanan atau dalam kasus seseorang yang buta arah sehingga untuk menentukan arah kiblat yang benar, ia harus berupaya agar hatinya mantap dan yakin. Namun ternyata, pilihannya salah. Dalam kondisi semacam ini, ia tidak wajib untuk meng-qadla shalat.
Ketiga, menepis persangkaan hashr (ketentuan pada suatu hal semata). Sebagaimana firman Allah dalam surat al-An’am : 145.
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu  yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”.
Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa ketika orang-orang kafir menganggap haram terhadap apa yang dihalalkan oleh Allah, menganggap halal apa yang diharamkan Allah, dan selalu berseberangan dan bertentangan dengan syariat-Nya. Maka turunlah ayat ini dengan tujuan menentang kehendak mereka.
Keempat, men-takhshish hukum dengan asbab al-nuzul ayat.
Kelima, mengetahui bahwa sebab turunnya ayat tidak keluar dari cakupan keumuman hukumnya, walaupun ada keterangan yang men-takhshish keumuman ayat. Sehingga ketika sebab turunnya ayat diketahui, maka takhshish hanya berlaku pada selain kasus yang melatarbelakangi turunnya ayat. Karena tercakupnya kasus ketika ayat turun dalam keumuman redaksi lafadz merupakan sesuatu yang qath’i (pasti), dan mengeluarkannya dari cakupan keumuman berdasarkan ijtihad adalah tidak diperbolehkan.
Keenam, mengetahui tentang apa dan tentang siapa ayat diturunkan.
Ketujuh, secara psikologis, dapat memudahkan penghafalan dan menancapkan kefahaman bagi orang yang mendengarkan ayat sekaligus mengetahui latar belakang turunnya. Karena sebab dan hukum terkait dengan peristiwa yang melatarbelakanginya. Sedangkan suatu peristiwa terkait dengan tokoh pelaku, dimensi ruang dan waktunya. Hal-hal inilah yang menjadi faktor kuatnya ingatan, serta kemudahan mengingatnya saat mengingat kaitan peristiwanya.
Asbab al-nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek. Salah satunya ditinjau dari aspek bentuknya. Sebagaimana diuraikan oleh Ramli Abdul Wahid, dari sudut pandang ini, asbab al-nuzul dibagi menjadi dua. Pertama, berbentuk peristiwa. Kedua, berbentuk pertanyaan. Asbab al-nuzul yang berbentuk peristiwa ada tiga macam yaitu pertengkaran, kesalahan yang serius, dan cita-cita dan harapan. Asbab al-nuzul yang berbentuk pertanyaan dapat dibagi menjadi tiga macam pula yaitu pertanyaan tentang masa lalu, masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan datang.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab al-nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu  sedang sebab turunnya satu). Sebab turun ayat disebut ta’addud apabila ditemukan dua riwayat yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya, sebab itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu. Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil, bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebut lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis. Permasalahannya ada empat bentuk. Pertama, salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidka. Kedua, keduanya sahih. Akan tetapi salah satunya mempunyai penguat (murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Bentuk pertama diselesaikan dengan jalan memegangi riwayat yang shahih dan menolak yang tidak shahih. Bentuk kedua penyelesaiannya dengan mengambil yang kuat (rajihah). Penguat (murajjih) itu adakalanya salah satunya lebih shahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari keduanya menyaksikan kisah itu berlangsung sedang periwayat lainnya tidak demikian. Bentuk ketiga penyelesaiannya dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut. Adapun bentuk keempat, penyelesaiannya ialah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak asbab al-nuzul nya. 





Daftar Pustaka


Channa, Liliek  & Syaiful Hidayat. 2012. Ulum Al-Quran dan Pembelajarannya. Surabaya: Kopertais IV Press.
Khoiriyah. 2013. Memahami Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Teras.
Naim, Ngainun. 2011. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Gre Publishing.
http://www.muslimdaily.net/ilmu/asbabun-nuzul-sebab-sebab-turunnya-ayat-al-quran.html (diakses pada tanggal 14 Maret 2016 pukul 14.20 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar