Pengikut

Jumat, 17 Maret 2017

makalah pembuktian matematika

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Filsafat ilmu pengetahuan  yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak filsafat ilmu pengetahuan. Dalam filsafat ilmu pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan tertentu secara rasional. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu. Ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat tidak pernah habis bila kita pelajari karena ilmu pengetahuan itu sangat luas.[1]
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat ilmu pengetahuan. Dalam filsafat matematika salah satu kajiannya yaitu bukti-bukti dalam matematika. Pembuktian matematika mengandung unsur-unsur yang berupa kalimat-kalimat atau proposisi-proposisi yang memuat konsep. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklarifikasikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep ataukah bukan. Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan.[2]

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan pembuktian matematika?
2.         Bagaimana bukti dan kepastian dalam matematika?
3.         Bagaimana bukti dan proporsisi dalam matematika?
4.         Bagaimana bukti dan konsep dalam matematika?
5.         Bagaimana bukti dan aturan dalam matematika?
6.         Bagaimana bukti dan eksperimen dalam matematika?
7.         Bagaimana bukti dengan reductio ad absurdum dalam matematika?

C.      Tujuan Penulisan Makalah
1.         Untuk mengetahui pengertian pembuktian matematika.
2.         Untuk mengetahui bukti dan kepastian dalam matematika.
3.         Untuk mengetahui bukti dan proporsisi dalam matematika.
4.         Untuk mengetahui bukti dan konsep dalam matematika.
5.         Untuk mengetahui bukti dan aturan dalam matematika.
6.         Untuk mengetahui bukti dan eksperimen dalam matematika.
7.         Untuk mengetahui bukti dengan reductio ad absurdum dalam matematika.















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Bukti dalam Matematika
Pembuktian Matematika adalah sebuah demonstrasi yang meyakinkan atas rumus teorema itu benar, dengan bantuan logika dan matematika. Pembuatan bukti telah lama mendapatkan perhatian besar dalam matematika teoretis.[3] Pembuktian matematika memiliki dua makna, yaitu makna praktis dan makna teoritis. Makna teoritis bersifat formal yang merupakan transformasi dari sederetan simbol tertentu yang berupa pernyataan formal dan mengikuti aturan logika (aturan inferensi) seperti Modus Tollens, Modus Ponens, dsb. Setiap langkah pembuktian merupakan suatu logika deduksi yang ketat. Pembuktian dalam arti teoritis menjadi pembuktian yang bersifat formal dan ideal.[4]
1.         Bukti dan Kepastian Matematika
Suatu sistem matematika mengandung unsur-unsur yang berupa kalimat-kalimat atau proporsisi yang memuat konsep. Konsep dituangkan dalam definisi, aksioma, dan teorema. Teorema dalam matematika merupakan pernyataan matematis yang bersifat umum dan jangkauannya luas. Teorema merupakan hasil dari struktur matematika berdasarkan aksioma-aksioma yang telah ditetapkan dan kebenarannya menuntut bukti. Peran bukti dalam matematika tidak dapat digantikan. Semua penyataan maematika yang tidak ditetapkan sebagai suatu aksioma hanya dapat diterima dengan bukti. Bukti meyakinkan kebenaran proposisi. Peran bukti dalam matematika dapat dipandang sebagai batu uji dan penjamin kebenaran bagi pernyataan matematika.[5]
Bukti memberi kepastian matematis. Oleh karena itu bukti harus dengan mudah dan jelas untuk dilihat dan dimengerti, bersifat tegas dalam arti didasarkan atas konsep, pengertian atau proposisi-proposisi yang telah dijamin kebenarannya. Bukti tidak boleh diragukan, sebab keraguan akan merusak bukti dan akan berakibat berkurangnya keyakinan matematis. Agar  bukti memberikan kepastian yang tinggi, maka bukti harus disajikan dan dapat diamati. Pengamatan dan pengujian suatu bukti menuntut suatu bukti memiliki reprodukbilitas dalam rangka menghilangkan keraguan. Kadang-kadang sebagai penjelas bukti diperlukan gambar atau sket lebih-lebih di bidang geometri. Menurut Wittgeinstein bukti dengan gambar geometri tidak eksak. Pendapat Wittgeinstein ini memperlihatkan bahwa pengamatan yang dimaksudkannya bukan pengamatan indrawi semata. Pengalaman menunjukkan bahwa manusia sering terkecoh oleh gambar.[6]
Bukti dalam matematika bersifat logis dan mempunyai sesuatu yang khas, ketegasan mutlak, diturunkan dari ketentuan dalam logika dari hukum yang mendasar dan hukum-hukum penarikan kesimpulan. Agar bukti membawa kepada kepastian matematis, maka bukti harus jelas, logis, mudah dilihat, serta dapat ditulis kembali. Sehingga bukti berperan juga sebagai pemandu atau pembawa pengalaman-pengalaman kedalam saluran-saluran yang jelas dalam suatu sistem matematika.[7]
2.         Bukti dan Proposisi
Hakikat matematika terdiri dari teknik-teknik berbeda dari kalkulasi dari suatu tubuh dari proposisi-proposisi yang benar. Teorema bukan sebagai self explanatory (tidak dapat dipakai untuk menjelaskan dirinya sendiri). Teorema harus dibuktikan, dan proposisi-proposisi harus dikontruksi. Apa yang dikatakan proposisi matematika adalah selalu apa-apa yang oleh bukti dibuktikan. Aturan inferensi dalam bukti selalu merupakan proposisi-proposisi matematis dan menjadikan proposisi-proposisi dalam urutan yang logis. Bukti dan proposisi terorganisir dalam suatu sistem matematika. Definisi aksioma, dan teorema menentukan struktur sistem.[8]
Proposisi matematika ditentukan oleh apa yang menjadi bagian dari suatu sistem matematika yang dapat digunakan untuk membuktikan proposisi matematika yang diragukan.  Bukti-bukti dikontruksi untuk memantapkan suatu sistem aksiomatika baru. Agar suatu proposisi matematika menjadi bermakna, proposisi matematika harus menjadi bagian dari suatu sistem bukti matematika dengan aturan yang digunakan dalam sistem ini. Apabila suatu “proposisi” tidak memiliki bukti, maka tidak boleh atau tidak benar “proposisi” itu disebut proposisi. Bukti matematik suatu proposisi berupa serangkaian proposisi yang dihubungkan dengan pengertian, aksioma, aturan, atau proposisi yang telah dibuktikan dengan hukum-hukum penarikan yang bersifat logis. Bukti termuat pada latar belakang dari proposisi yang terkait dengan pembuktian. Pembuktian memuat prosedur yang menurunkan suatu proposisi dari proposisi yang lain. Rangkaian proposisi-proposisi pada pembuktian mungkin juga memuat pembuktian terhadap proposisi-proposisi yang berada dalam rangkaian pembuktian itu. Bukti-bukti yang dituntut dalam suatu proses pembuktian dapat mengakibatkan bukti suatu proposisi tidak tunggal. Setiap bukti suatu proposisi dapat memunculkan aturan atau pengertian baru. Oleh karena itu, bukti menjadi pendorong pesatnya perkembangan matematika.[9]
3.         Bukti dan Konsep
Adanya hubungan antara bukti dan konsep matematika menyebabkan berkembangnya sistem matematika. Langkah-langkah pembuktian adalah juga suatu konsep, sebab suatu bukti tertentu memungkinkan orang untuk membentuk suatu pengesahan baru. Karena bukti menegaskan kebenaran suatu pernyataan matematika dan juga menghasilkan konsep-konsep baru, maka bukti dalam matematika mendukung pengembangan sistem matematika dan setiap bukti dari suatu proposisi yang sudah dibuktikan merupakan suatu sumbangan kepada matematika.[10]
4.         Bukti dan Aturan
Teorema baru yang telah dibuktikan dapat memberikan aturan baru yang dalam suatu sistem matematika dapat diibaratkan meloncat dari satu lantai ke lantai di atasnya tanpa melalui anak tangga. Penggunaan teorema yang telah dibuktikan untuk menyelesaikan masalah tanpa harus melakukan langkah-langkah kecil yang setiap langkah memerlukan justifikasi.[11]
Pengertian aksioma bahwa aksioma terdiri atas underfined element dan relasi-relasi antar unsur-unsur itu akan menentukan suatu struktur yang menghasilkan teorema dan ini berarti menemukan sifat-sifat struktur dan selanjutnya terbentuk struktur baru. Dalam aljabar, suatu sistem aljabar yang strukturnya memenuhi syarat ring komutatif dan dalam sistem itu memiliki suatu unit, maka sistem aljabar itu disebut ring dengan unit. Salah satu teorema dalam sistem aljabar yang strukturnya merupakan ring dan unit adalah theorema 23.2. if R is a ring with unity, then this unity I is the only multiplicative identity. Suatu sistem baru yang strukturnya di sebut ring pembagi (division ring) dapat dibentuk setelah theorema 23.2 dibuktikan.[12]
5.         Bukti dengan Reductio ad Absurdum
Bukti deduktif dalam matematika ada berbagai macam tipe yang dapat dikelompokkan atas dua kelompok yaitu pembuktian cara langsung dan cara kontradiksi. Pembuktian cara langsung meliputi modus ponens, transirvitas, modus tollens, deductions theorem, contraposition, proof by cases dan mathematical induction, sedangkan bukti dengan kontradiksi meliputi bukti dengan contoh kontra dan bukti tak langsung. Tidak semua proposisi matematika dapat dengan mudah dapat dibuktikan secara langsung. Reductio ad absurdum atau bukti kemustahilan adalah suatu cara pembuktian dengan cara tak langsung.[13]
Inti penalaran reductio ad absurdum adalah akan membuktikan bahwa proposisi “p”benar dengan mengambil langkah pertama menganggap negasi p yaitu “~p” adalah proposisi yang benar. Langkah kedua menurunkan suatu kontradiksi berdasarkan anggapan bahwa “~p” benar. Karena anggapan yang telah ditetapkan menghasilkan kontradiksi dan kontradiksi adalah tidak masuk akal (absurd), maka kemungkinan “~p” benar ditolak, dan disimpulkan bahwa p benar. Prinsip logika yang digunakan dalam reductio ad absurdum adalah hukum kontradiksi. Kontradiksi yang muncul dapat berupa suatu kalimat yang berbentuk seperti (p˄~p), atau suatu ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan matematika yang sudah dijamin kebenarannya, atau suatu pernyataan matematika yang sudah jelas salah.[14]
Goodstein menyatakan bahwa pada umumnya para matematikawan tidak menyukai bukti dengan reductio ad absurdum dengan alasan estetika dan filsafat, sedangkan para matematikawan aliran intuitionisme menolak keabsahan bukti dengan reductio ad absurdum. Wittgenstein dapat menerima bukti dengan reductio ad absurdum. Karena bukti matematika dapat dipandang sebagai batu uji bagi pernyataan matematika dan pemberi kepastian matematis, maka keabsahan bukti dengan reductio ad absurdum merupakan masalah filsafat matematika.[15]
6.         Bukti dan Eksperimen
Bukti dalam matematika bukan suatu eksperimen, tetapi merupakan praktik dimana orang meletakkan aturan gramatika untuk mendeskripsikan tata permainan bahasa. Bukti dalam matematika berbeda dengan bukti dalam ilmu pengetahuan alam atau sains. Sains mempunyai objek dengan tipe khusus yang dibentuk eksperimen. Proposisi dalam sains ilmu pengetahuan alam adalah proposisi empirik. Sedangkan dalam matematika, keyakinan dan kepastian didasarkan pada proposisi gramatik. Matematika memuat aturan yang harus ditaati.[16]
 Proposisi-proposisi matematika berperan dalam tata permainan bahasa matematika. Peran proposisi matematika dalam tata permainan bahasa matematika menjadi tumpuan matematika. Bukti matematika membentuk suatu relasi internal dalam matematika yang dapat menghilangkan keraguan terhadap proposisi-proposisi matematika. Wittgenstein sangat tegas memelihara jarak antara bukti dalam matematika dan eksperimen dalam sains.[17]
 Penelitian terhadap bukti tidak hanya secara sekilas tentang langkah-langkah atau memahami langkah-langkah bukti tetapi juga mencakup aturan yang digunakan dalam pembuktian. Jika bukti tidak dapat diteliti seperti itu, berarti bukti tidak meyakinkan. Bukti dalam matematika berangkat dari sejumlah proposisi dan dengan penalaran logis menghasilkan suatu proposisi yang benar tanpa melalui langkah-langkah eksperimen. Proposisi matematika adalah suatu proposisi gramatik, oleh karena itu proposisi matematika tidak dapat disangkal oleh eksperimen. Perbedaan antara konsep bukti dan eksperimen menunjukkan bahwa matematika memiliki suatu ciri penting bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak sejenis dengan ilmu pengetahuan alam.[18]








BAB III
                                            PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuktian matematika adalah sebuah demonstrasi yang meyakinkan atas rumus, teorema itu benar, dengan bantuan logika dan matematika. Pembuatan bukti telah lama mendapatkan perhatian besar dalam matematika teoretis. Bukti memberi kepastian matematis, oleh karena itu bukti harus dengan mudah dan jelas untuk dilihat dan dimengerti. Bukti dalam matematika bersifat logis dan mempunyai sesuatu yang khas dan hukum-hukum penarikan kesimpulan sehingga bukti berperan juga sebagai pembawa pengalaman-pengalaman kedalam saluran-saluran yang jelas dalam suatu sistem matematika.
Proposisi matematika di tentukan oleh apa yang menjadi bagian dari suatu sistem matematika yang dapat digunakan untuk membuktikan proposisi matematika yang diragukan. Pembuktian memuat prosedur yang menurunkan suatu proposisi dari proposisi yang lain. Teorema baru yang telah dibuktikan dapat memberikan aturan baru yang dalam suatu sistem matematika dapat ibaratkan meloncat dari satu lantai ke lantai berikutnya tanpa melalui anak tangga berikutnya. Bukti matematika membentuk suatu relasi internal dalam matematika yang dapat menghilangkan keraguan terhadap proposisi matematika.
Bukti deduktif matematika ada berbagai macam tipe yang dapat dikelompokkan atas dua kelompok yaitu cara langsung dan cara kontradiksi. Reductio ad absurdum atau bukti kemustahilan adalah suatu cara pembuktian dengan cara tak langsung. Prinsip logika yang gunakan dalam reductio ad absurdum adalah hukum kontradiksi yang muncul dapat berupa kalimat atau suatu ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan matematika yang sudah dijamin kebenarannya, atau suatu pernyataan matematika yang sudah jelas salah.



[1]http://www.sarjanaku.com/2010/09/hakikat-matematika.html diaskses pada tanggal 9 September 2016 jam 11:00 WIB
[2]https://hartikadwipratiwi.wordpress.com/2013/11/15/makalah-hakekat-matematika/ diakses pada tanggal 9 September  2016 jam 11:10 WIB

[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_matematika diakses pada tanggal 9 September 2016 jam 11:20 WIB
[4] Hardi Suyitno, Filsafat Matematika, (Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang), h. 93.

[5] Ibid., h. 94.
[6] Ibid.,
[7] Ibid., h. 95.
[8] Ibid.,
[9] Ibid., h. 96.
[10] Ibid., h. 97.
[11] Ibid.,
[12] Ibid., h. 99.
[13] Ibid.,
[14] Ibid., h. 100.
[15] Ibid.,
[16] Ibid., h. 101.
[17] Ibid.,
[18] Ibid., h. 102.

makalah makna hulul dan tokohnya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sangat gental mengajarkan nilai-nilai keadilan dan keseimbangan hidup, karena pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini tidak lepas dari unsur jasmani dan rohani. Memang banyak Hadis dan ayat Al-Quran yang juga menjelaskan Fadhilah dan keutamaan Akhirat dari pada dunia, namun bahwa Akhirat itu tidak terlepas dari dua unsur tersebut, sehingga tidak tepat kalau kita mengatakan, bahwa akhirat ini identik dengan Hati, Rohani dan hal-hal yang berhubungan dengan dimensi Spritual.
Dalam dunia Tasawuf, permasalahan seputar perjalanan rohani memiliki variasi, walapun tujuannya sama yaitu menghambakan dirinya untuk Allah SWT. Jika sosok Rabi’ah Al-Adawiyah  terkenal dengan konsep Mahabbahnya, dan Abu Yazid Al-Bustami terkenal dengan Ittihadnya,  pada makalah ini kami akan memaparkan perjalanan spiritual tokoh yang sangat masyhur dalam dunia Tasawuf, yaitu Husain bin Mansur Al-Hallaj beserta konsep Hululnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian Hulul?
2. Siapakah Tokoh Sufi Hulul Husain bin Mansur Al-Hallaj?
3. Bagaimana Ajaran Husain bin Mansur Al-Hallaj?
4. Apa saja Ucapan dan Karya Husain bin Mansur Al-Hallaj?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahuai pengertian Hulul
2. Mengetahui Tokoh Sufi Hulul Husain bin Mansur Al-Hallaj
3. Mengetahui Ajaran Husain bin Mansur Al-Hallaj tentang Hulul
4. Mengetahui Ucapan dan Karya Husain bin Mansur Al-Hallaj
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hulul
Hulul secara bahasa berarti menepati suatu tempat (inkarnasi). Al-Hulul adalah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat membersihkan dirinya dari sifat-sifat fana. Atau penitisan tuhan dalam diri manusia berupa masuknya sesuatu pada sesuatu lainnya. Atau paham yang mengatakan bahwa tuhan memiliki tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
Menurut al-Hallaj dalam diri manusia terdapat dua unsur, yakni unsur nasut (kemanusiaan) dan lasut (ketuhanan). Karena itu persatuan tuhan dan manusia bisa terjadi.  Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan Q.S al-Baqarah ayat 34, yang artinya :

“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat, ‘sujudlah kamu kepada adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan iatermasuk golongan orang-orang kafir.” (Q.S al-Baraqarah ayat 34)

Pada ayat diatas Allah member perintah kepada malaikat untuk bersujud kepada adam. Karena yang berhak diberi sujud hanya Allah SWT., al-Hallaj memahami bahwa dalam diri adam sebenarnya ada unsur ketuhanan. Ia berpendapat demikian kerena sebelum menjadikan makhluk, tuhan melihat Dzat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak. Ia mengeluarkan sesuatu dari tiada dalam bentuk copy diri-Nya yang mempunyai segala sifat dan nama. Bentuk copy ini adalah adam. Pada diri Adamlah Allah muncul. Teori diatas tampak dalam syairnya :

“Maha suci Dzat yang sifat kemanusiaan-Nya membuka rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata. Dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”

Melalui syair di atas, al-Hallaj memperhatikan bahwa Tuhan mempunyai dua sifat dasar, sifat ketuhanan (nasut) dan sifat kemanusiaan (lahut). Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia yang terdiri dari roh dan jasad, lahut tidak dapat bersatu dengan manusia, kecuali dengan cara menepati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang, seperti yang terjadi pada diri Isa. Menurut al-Hallaj, pada hulul terkandung kefanaan total kehendak manusia dalam kehendak ilahi, sehingga setiap kehendaknya ialah kehendak tuhan, demikian juga tindakannya.
Dalam doktrin al-Hulul, manusia (Adam) dipandang sebagai penampkan lahir dari cinta tuhan yang azali kepada Zat-Nya yang mutlak dan tidak mungkin disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan oleh Tuhan dalam citra (Shurah)-Nya, yang mencerminkan segala sifat dan asma-Nya, sehingga “ia adalah Dia”.  Al-Hulul memiliki dua bentuk, yakni :
1. Al-Hulul al-Jawari
Merupakan suatu keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat pada yang lain (tanpa persatuan). Seperti air mengambil tempat di dalam bejana.

2. Al-Hulul as-Sarayani
Merupakan suatu persatuan dua esensi (yang satu mengalir di dalam yang lain), sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir di dalam bunga.
Pencapaian Hulul yang diperoleh melalui fana yang bersifat total ini, dapat terjadi karena manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan (lahut) dan pada saat yang sama Tuhan mempunyai sifat-sifat kemanusiaan (nasut). Dalam Hulul yang terjadi adlah persatuan manusia dengan Tuhan. Namun, Hulul dalam penafsiran nonpanteistik yaitu penafsiran yang tetap mempertahankan perbedaan antara Tuhan dengan manusia, atau manusia dengan Tuhan.  Karena konsep ini tetap mempertahankan perbedaan antara Tuhan dengan manusia. Bahkan al-Hallaj sendiri mengecam orang-orang yang telah mencampuradukkan ketuhanan dan kemanusiaan.  Ketika terjadi Hulul pada diri manusia, Allah menjadi pendengaran, pengelihatan, tangan dan kaki yang dipergunakan untuk mendengar, melihat, memegang, dan berjualan. Ini artinya  semua yang ada dikehendaki atas perintah Allah. Maka semua aktifitas manusia merupakan aktifitas-Nya, dan semua urusan adalah urusan-Nya.

Berdasarkan uraian diatas, maka Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini Hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-Itjihat sebagaimana telah disebutkan di atas. Tujuan dari Hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu hamka mengatakan, bahwa al-Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insane (nasut), dan hal ini terjadi saat kebatinan seseorang insane telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.

B. Tokoh Sufi Hulul Husain bin Mansur Al-Hallaj
Riwayat hidup mansur al-Hallaj
Nama lengkap mansur al-Hallaj adalah Abu al-Mughist al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/855 M. Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin 'Abdullah At-Tusturi di Ahwaz. Dua tahun kemudian, ia pergi ke Basrah dan berguru pada 'Amr Al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia masuk ke kota Baghdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf, ia diberi gelar al-Hallaj karena pengabdiannya yang dari memintal wol.
Dalam semua perjalanan dan pengembaraannya ke berbagai kawasan Islam, seperti Khurasan, Ahwaz, India, Pakistan dan Mekkah, al-Hallaj banyak memperoleh pengikut. Ia kemudian kembali ke Baghdad pada tahun 296 H/909 M. Di Baghdad, pengikutnya semakin bertambah banyak karena kecaman-kecamannya terhadap kebobrokan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu. Secara kebetulan ia bersahabat dengan kepala rumah tangga istana, Nasr al-Qusyairi, yang mengingatkan sistem tata usaha yang baik serta pemerintahan yang bersih.
Al-Hallaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi. Gagasan "pemerintahan yang bersih" dari Nashr al-Qusyairi dan al-Hallaj ini jelas berbahaya karena khalifah boleh dikatakan tidak memiliki kekuasaan yang nyata dan hanya merupakan lambang saja. Pada waktu yang sama aliran-aliran keagamaan dan tasawuf tumbuh dengan subur. Pemerintahan sangat khawatir terhadap kecaman-kecamannya yang sangat keras dan pengaruh sufi ke dalam struktur politik. Oleh karena itu, ucapan al-Hallaj "ana al-haqq", yang konon tidak bisa dimaafkan para ulama fiqih dan dianggap sebagai ucapan kemurtadan dijadikan alasan untuk menangkap dan memenjarakannya. Setahun kemudian, ia dapat meloloskan diri dari penjara berkat pertolongan sopir penjara, tetapi empat tahun kemudian ia tertangkap lagi di kota Sus.

Setelah dipenjara selama delapan tahun, al-Hallaj dihukum gantung, ia dicambuk seribu kali tanpa mengaduh kesakitan, lalu dipenggal kepalanya. Akan tetapi sebelum dipancung ia meminta waktu untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah selesai shalat, kaki dan tangannya dipotong, badannya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan abunya dibuang ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan untuk dipertontonkan. Al-Hallaj wafat pada tahun 922 M.
Kematian tragis al-Hallaj yang tampak seperti dongeng tidak membuat gentar para pengikutnya. Ajarannya masih tetap berkembang. Terbukti setelah satu abad dari kematiannya,  di Irak ada 4.000 orang yang menamakan diri Hallajiyah. Di sisi lain, pengaruhnya sangat besar terhadap pengikutnya. Ia dianggap mempunyai hubungan dengan gerakan Qaramitah.

C. Ajaran Husain bin Mansur Al-Hallaj
Inti sari ajaran tasawuf Husain bin Mansur Al-Hallaj meliputi tiga persoalan pokok, yaitu Hulul, Haqiqah Muhammadiyah, dan Wahdah Al-Adyan.
1. HULUL
Para ulama maupun sarjana berbeda pendapat tentang hakikat ajaran hulul al-Hallaj ini. Al-Taftazani mengatakan bahwa hululnya al-Hallaj itu bersifat majazi, tidak dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebagaimana ‘Irfan ‘Abd al-Hamid Fattah berpendapat bahwa paham “kesatuan wujud” telah mulai tampak sejak hadir Abu Yazid al-Bustami dengan paham ittihadnya. Maka paham hulul al-Hallaj ini, menurut al-Taftazani, merupakan perkembangan dan bentuk lain dari paham ittihad yang diajarkan oleh Abu Yazid itu. Jika dalam ittihad, diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Allah, maka dalam hulul, diri al-Hallaj tidak hancur. Selain itu, dalam paham ittihad, yang dilihat hanya satu wujud, sedang dalam paham hulul, ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh.
Menurut al-Hallaj, Allah mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (Lahut) dan sifat kemanusiaan(nasut). Demikian pula manusia, disamping mempunyai sifat kemanusiaan, juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya.
Paham al-Hallaj ini dapat pula dilihat dari tafsirrnnya mengenai kejadian Adam(al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 34:
Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam,’maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur; dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS.2:34).
Menurut al-Hallaj, Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam diri ‘Isa a.s. Paham bahwa Allah menjelma dalam diri Adam, berarti pula Allah menjadikan Adam sesuai dengan bentukNya. Dengan kata lain, Adam itu adalah copy dari diriTuhan. Paham ini berpangkal dari sebuah Hadist yang berpengaruh besar bagi kaum sufi:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.”
Paham al-Hallaj ini lebih jelas kelihatan dalam gubahan syairnya:
Maha suci Zat yang menyatakan nasut-Nya
Dengan lahut-Nya, yang cerlang seiring bersama
Lalu dalam makhlukNya pun tampak nyata
Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosok-Nya
Hingga semua makhluk-Nya melihat-Nya
Bagai bertemunya dua kelopak mata
Dengan demikian menurut paham tasawuf al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Karena itu persatuan antara Tuhan dengan manusia bisa terjadi; dan persatuan itu mengambil bentuk hulul. Agar manusia dapat bersatu itu, ia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan melalui fana’. Kalau sifat-sifat kemanusiaan itu telah hilang dan yang tinggal hanya sifat ketuhanan dalam dirinya, disitulah baru Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam dirinya dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia.
Dari ungkapan al-Hallaj di atas, ternyata paham hulul ini begitu kontradiktif. Terkadang hulul dinyatakan dalam bentuk penyatuan, namun di pihak lain dia negasikan penyatuan, dan secara tegas ia meniadakan segala macam bentuk atau unsur anthropomorphisme. Thoulk seorang pemerhati al-Hallaj menginterpretasikan bahwa dia ketika menyatakan penyatuan berada dalam keadaan fana’. Atau bisa juga dikatakan sebagai cara al-Hallaj untuk menghadapi para fuqaha pada masa itu. Atau juga, seperti telah disebutkan di atas, diduga kuat bahwa hulul, menurut al-Hallaj, berciri figuratif dan bukannya riil.


2. HAQIQAH MUHAMMADIYAH
Haqiqah Muhammadiyah atau Nur Muhammad, menurut al-Hallaj, merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan., dan dengan perantaraannyalah a seluruh alam diciptakan. Di dalam kitabnya al-Tawasin, al-Hallaj menulis:

Ta Sin. Sinar cahaya gaib pun tampak dan kembali. Sinar itu pun melintasi dan mendominasi segala sesuatu. Sebuah bulan bersinar cemerlang di antara berbagai bulan, zodiaknya ada dalam bintang rahasia. Yang Maha Benar memberinya nama “ Ummi”
untuk menghimpun ceritanya, “murni” karena nikmatnya kepadanya dan “Makki” karena ketetapannya pada kedekatannya
Kemudian katanya lagi :
Cahaya-cahaya kenabian memancar dari cahayanya. Cahaya-cahaya mereka pun terbit dari cahayanya. Dalam cahaya-cahaya itu tidak ada satupun cahaya yang lebih cemerlang, gemerlap dan terdahulu dari cahaya pemegang kemuliaan(Muhammad SAW).
Cita-citanya lebih terdahulu ketimbang segala cita-cita. Wujudnya lebih terdahulu ketimbang ketiadaan. Dan namanya lebih terdahulu ketimbang qalam, sebab ia telah ada sebelum makhluk-makhluk lain.

Pendeknya, Nur Muhammad itulah pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala nabi. Dan nabi-nabi itu, nubuwwatnya, ataupun dirinya hanyalah sebagian daripada cahaya Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran belaka dari sinarnya.
Menurut al-Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam.
Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh al-Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf teori ini mula-mula diperkenalkan oleh al-Hallaj dengan konsep barunya yang ia sebut dengan Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang maujud.

3. WAHDAH AL- ADYAN
Semua agama yang ada pada hakikatnya adalah satu, karena semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Nama agama berbagai macam, ada Islam, Kristen, Yahudi dan lain-lain, semuanya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya sama saja.
Semua agama adalah agama Allah, maksudnya ialah menuju kepada Allah. Orang memilih suatu agama, atau lahir dalam suatu agama bukanlah atas kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya. Tidak ada faedahnya seseorang mencela orang yang berlainan agama dengan dia, karena, itu adalah takdir (ketentuan) Tuhan buat orang itu.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan semua agama) muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad. Yakni, pendapat al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorongnya berkesimpulan tentang kesatuan semua agama, karena dalam kasus tersebut sumber suatu agama adalah satu. Menurutnya, agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.
Dengan demikian dapat dikatakan, sekiranya Nur Muhammad asal segala sesuatu, termasuk adanya hidayah dan agama, juga semua para nabi, sejak Nabi Adam hingga Nabi Isa, maka agama-agama yang ada kembali kepada pokok atau sumber yang sama, yakni pancaran dari suatu cahaya. Perbedaan yang ada dalam agama-agam itu hanya sekedar bentuk dan sifatnya, sedang hakikat dan tujuannya sama, karena semuanya bertujuan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini berarti tidak ada perbedaan antara monotheisme dan polotheisme, atau antara iman dan kufur. Dalam kaitan ini al-Hallaj pernah berkata, sebagaimana dikutip oleh ‘Abd al-Hakim Hassan: “Antara kufur dan iman hanya berbeda dari segi namanya saja, sedang dari segi hakikatnya tidak ada perbedaan antara keduanya”.
Banyak ulama tidak dapat menerima ajaran tasawuf yang dibawa al-Hallaj ini. Tetapi tidak pula sedikit ulama yang membelanya. Pembela-pembela al-Hallaj berusaha menjernihkannya dari apa yang pernah dituduhkan kepadanya.
Menurut Nicholson, pembelaan yang mereka gunakan adalah :
1) al-Hallaj tidak melakukan dosa terhadap kebenaran, tetapi ia dihukum karena tindakannya yang dipandang bertentangan dengan hukum. Ia membuka rahasia tentang Tuhan dengan mengemukakan segala yang dianggap sebagai misteri tertinggi, yang selayaknya hanya boleh diketahui oleh orang-orang terpilih saja
2) al-Hallaj berbicara di bawah pengaruh ketidaksadaran dari ekstasi. Ia membayangkan dirinya telah telah bersatu dengan inti Ilahi, yang dalam kenyataannya ia hanya bersatu dengan salah satu sifat Ilahi
3) al-Hallaj mengatakan bahwa tidak ada pemisahan antara Tuhan dengan makhlukNya sebagaimana dengan kesatuan Ilahi yang melingkupi makhlukNya. Yang berbicara : Ana Al-Haqq Bukanlah al-Hallaj pribadi, namun Tuhan sendiri melalui mulut al-Hallaj.

D. Ucapan dan Karya Husain bin Mansur Al-Hallaj
1. Ucapan-ucapan Al-Hallaj
a) Allah menghijab mereka dengan nama, lantas mereka pun menjadi hidup. Seandainya Dia menampakan Ilmu Qudrat pada mereka, mereka akan hangus. Seandainya hijab hakikat itu disingkapkan niscahya mereka mati semua.
b) Tuhanku, Engkau tahu kelemahanku jauh dari rasa bersyukur kepada-Mu, karena itu bersyukurlah kepada-Mubukan dariku, sesungguhnya Syukur, bukan yang lain.
c) Siapa yang  menyadarkan amalnya ia ditutupi dari yang menerima amal. Saiapa yang menyandarkan Allah yang mnerima amal, maka ia yang tertutupi dari amal.
d) Asma-asma allah Ta’ala dari segi pemahaman adlah Nama sahaja, tapi dari segi kebenaran ia adalah hakikat.
e) Bisikan Allah adalah bisikan yang sama sekali tidak mengandung perbedaan.
f) Suatu ketika Al-Hallaj di tanya tentang al-Murid, “ia adalah orang yang dilemparkan mnuju kepada Allah, dan tidak berhenti naik sebelum ia tiba”.
g) Sama sekali tidak diprbolehkan orang yang mengenal Allah Yang Maha Tunggal atau mengingat Yang Maha Tunggal, lalu ia mengatakan,” Aku mengenal Al-Ahad” padahal ia masih melihat individu-individu lainnya.
h) Siapa yang dimabukkan oleh cahaya-cahaya tauhid, ia akan ditutup dari ungkapan-ungkapan Tajrid, ia akan bicara dengan hakikat tauhid, karena kmebukan itulah yang bicara dengan segala hal yang tersembunyi.
i) Siapa yang menempuh kebenaran dengan cahaya iman, maka ia seperti pencari matahari dengan cahaya bitang yang gemerlapan.
j) Ketika Allah mewujudkan jasad tanpa sebab, demikian pula Allah mewujudkan sifat jasad itu tanpa sebab, sebagaimana hamba tidak memiliki asal-usul pekerjaannya, maka hamba itu tidak memiliki pekerjaannya.
k) Sesungguhnya Allah Ta’ala, Maha Memberi Berkah dan Maha Luhur, serta Maha Terpuji, adalah Zat Yang Maha Esa, berdiri dengan DiriNya sendiri, Sendiri dari yang lain dengan Sifat QidamNya, tersendiri dari yang lainNya dengan katuhananNya, tidak dicampuri oleh apaapu dan tidak di dampingi apapun, tidak diliputi tempat, tidak pula di temukan waktu, tidak mampu dipikirkan dan tidak boleh tercetus oleh imajinasi, tidak pula boleh dilihat pandangan, tidak bisa dirusi kesenjangan.
l) Akulah Al-haq, dan al-Haq (Allah) Benar, mengenakan zat-Nya, disana tidak ada lagi perbedaan.
m) Ketika ditanya tentang Tauhid, ia menjawab,”memisahkan yang baru dengan Yang Maha Dahulu, lalu berpaling dariyang baru dan menghadap kepada Yang Maha dahulu, itulah hamparan tauhud.

2. Karya-karya al-Hallaj
Karya al-Hallaj yang dicatat oleh Ibn Nadim ada kurang lebih 47, diantaranya:
a) Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah
b) Kitab Al Ushul wal Furu’
c) Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts
d) Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid, wat tauhid
e) Kitab ‘Ilmu Baqa wal fana
f) Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa
g) Kitab”Hua, Hua”
h) Kitab At Thawwasin



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hulul secara bahasa berarti menepati suatu tempat (inkarnasi). Hulul adalah paham yang mengatakan bahwa tuhan memiliki tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
Inti sari ajaran tasawuf al-Hallaj yang kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk syair dan kadang-kadang berupa nasr dengan kata-kata yang dalam, meliputi tiga persoalan pokok, yaitu : (a) Hulul, (b) Haqiqah Muhammadiyah, dan (c) Wahdah Al-Adyan.
Nama lengkap mansur al-Hallaj adalah Abu al-Mughist al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/855 M. Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin 'Abdullah At-Tusturi di Ahwaz
Ucapan dan karya Husain bin Mansur Al-Hallaj cukup banyak. Adapun karya al-Hallaj yang dicatat oleh Ibn Nadim ada kurang lebih 47.

B. Saran
Saudara pembaca bisa menambahkan referensi lain mengenai Hulul beserta Tokohg Sufinya  agar mendapat pengetahuan yang lebih banyak.