Pengikut

Rabu, 07 Desember 2016

MASYARAKAT MADANI

MASYARAKAT MADANI
MAKALAH
MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen
Mohammad Hasib, S.H.I., M.H.




Oleh

Kelompok 2
Oleh
Kelompok 9
1. Uyun Maslikhatis Zuhro (NIM:17204153001)
2. Siti Nur Pradanika (NIM:17204153011)
3. Zulfa Husniatul I. (NIM:17204153033)
4. Berlian Rizqi Ahmad H. (NIM:17204153037)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
TAHUN AKADEMIK 2015-2016



MASYARAKAT MADANI

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial artinya manusia tidak dapat terlepas dari bantuan atau campur tangan dari manusia lain, oleh karena itulah manusia disebut human sociality. Dalam menjalankan kehidupan, manusia hidup secara berkelompok untuk memudahkan segala pekerjaannya. Mereka hidup bersama dalam waktu yang lama, karena saat ini, tidak mungkin untuk berpindah-pindah tempat tinggal. Manusia yang hidup secara berkelompok dan dalam waktu yang lama disebut masyarakat yang artinya kawan. 
Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut untuk mengikuti alur perkembangan zaman. Di zaman serba modern ini atau yang disebut dengan arus globalisasi, manusia sangat sibuk dengan pekerjannya karena alasan ekonomi, sosial, dan sebagainya. Mereka berpikir logis untuk menciptakan suatu hal atau melakukan pekerjaan mereka.
Manusia yang melakukan pekerjaan dengan berpikir logis dan mengikuti alur perkembangan zaman itulah yang disebut masyarakat madani yaitu masyarakat yang berperadaban. Mereka mengikuti alur globalisasi tanpa meninggalkan etika dan aturan yang telah berlaku.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas :
1. pengertian masayarakat madani;
2. definisi para ahli mengenai masyarakat madani;
3. sejarah masyarakat madani;
4. ciri-ciri masayarakat madani;
5. syarat-syarat masyarakat madani;
6. gerakan sosial untuk memperkuat masyarakat madani;
7. organisasi non pemerintah dalam masyarakat madani.





B. Pembahasan

1. Pengertian Masayarakat Madani
Masyarakat merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “society”. Sedangkan istilah society berasal dari bahasa Latin “societas” yang berarti kawan. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam waktu yang lama dan adanya kesadaran diantara anggota bahwa mereka merupakan satu kehidupan bersama. Kata “madani” berasal dari bahasa Inggris “civil” atau “civilized” yang artinya beradab. 
Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil society yang berarti masyarakat yang berperadaban. Masyarakat madani (dalam bahasa Inggris : civil society) diartikan sebagai suatu sekelompok manusia yang hidup bersama dalam waktu yang lama dan adanya kesadaran diantara anggota bahwa mereka merupakan satu kehidupan bersama yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.
Masyarakat madani sangat identik dengan masyarakat kota yang mempunyai karakter dinamis, sibuk, berpikir logis, berpola hidup praktis, berwawasan luas, mental agamis dan mencari-cari terobosan baru demi memperoleh kehidupan yang sejahtera. Dengan arti lain bahwa masyarakat madani atau masyarakat berperadaban  itu mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak juga melupakan norma-norma yang telah ada.
2. Definisi Para Ahli Mengenai Masyarakat Madani
Dato Anwar Ibrahimyang pertama kali memperkenalkan istilah masyarakat madani sebagai istilah lain civil society. Nuscholis Majid juga menerjemahkan civil society dengan masyarakat madani. Macam-macam pengertian masyarakat madani menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a) W.J.S Poerwadarminto: Menurut W.J.S Poerwadarminto, kata masyarakat berarti suatu pegaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan tertentu. Sedangkan kata madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, artinya kota. Jadi secara etimologis, masyarakat madani berarti masyarakat kota. Meskipun demikian, istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk kota. Dari sini masyarakat madani tidak asal masyarakat perkotaan, tetapi memiliki sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu berperadaban. 
b) Rumusan PBB: Pengertian masyarakat madani menurut PBB, adalah masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung jawab manusia.
c) Thomas Paine: Menurut Thomas Paine bahwa arti masyarakat madani adalah suatu ruang tempat warga dapat mengembangkan kepribadiannya dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa paksaan.  
d) Nucholish Madjid: Pengertian masyarakat madani menurut Nurcholis Madjid yang mendefinisikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang merujuk pada masyarakat islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di negeri Madinah.  
e) Gellner: Menurutnya, pengertian masyarakat madani adalah sekelompok institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah tirani politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas. 
f) Muhammad A.S. Hikam: Pengertian masyarakat madani menurut Muhammad. A.S. Hikam adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti warganya.  
g) Dawan Rahardjo: Menurutnya, pengertian masyarakat madani adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. 
h) M. Hasyim: Pengertian masyarakat madani menurut M. Hasyim adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam lainnya. 
i) Anwar Ibrahim mendenfinisikan Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu untuk stabilitas masyarakat. Inisiatif individu dan masyarakat akan berpikir, seni, pelaksanaan pemerintah oleh hukum dan tidak nafsu atau keinginan individu.
j) Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses menciptakan sebuah peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan, dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial berdasarkan aturan hidup, menghindari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup di persaudaraan.
Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki sistemik, yaitu masyarakat yang demokratis, etika dan moralitas, transparansi, toleransi, berpotensi, aspiratif, termotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki perbandingan, mampu mengkoordinasikan, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi , dan hak-hak, tapi yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
Masyarakat madani adalah lembaga sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang terlalu berlebihan. Bahkan pilar utama kehidupan politik yang demokratis. Untuk masyarakat madani tidak hanya melindungi warga negara dalam menghadapi negara, tetapi juga untuk merumuskan dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat.
k) Ernest Gellner
Konsep civil socienty sebagai masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi nonpemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi negara. Kemampuan mengimbangi adalah daya yang mengandung dominasi negara, kendati tidak mengingkari negara
Berdasarkan berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang beradap dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.
Untuk membangun suatu masyarakat madani harus dipenuhi beberapa syarat,yaitu :
a. Adanya ketertiban dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama
b. Adanya kontrol masyarakat dalam proses pemerintahan
c. Adanya keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam memilih pemimpinnya.
3. Sejarah Masyarakat Madani
Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM) memandang civil society sebagai sistem kenegaraan. Pandangan Aristoteles selanjutnya dikembangkan oleh Marcus Tullius Cicero, Thomas Hobbes, John Locke, dan tokoh-tokoh pemikir masyarakat sipil lainnya. 
Rahardjo (1997) menyatakan bahwa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum Masehi. Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani kuno. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas memiliki kode hukum sendiri.Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility (kewarganegaraan) dan urbanity (budaya kota), maka kota dipahami bukan hanya sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan. 
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep negara kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al
fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan. Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyitir pendapat Hamidullah , Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1776), Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan. 
Secara formal, Piagam Madinah mengatur hubungan sosial antar komponen masyarakat. Pertama, antarsesama muslim, bahkan sesama muslim adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku. Kedua, hubungan antara komunitas muslim dengan nonsmuslim didasarkan pada prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasihati, dan menghormati kebebasan beragama. Ada dua nilai dasar yang tertuang dalam Piagam Madinah. Pertama, prinsip kesederajatan dan keadilan, kedua, inklusivisme atau keterbukaan. Kedua prinsip itu lalu dijabarkan, dan ditanamkan dalam bentuk beberapa nilai universal, seperti konsistensi, keseimbangan, moderat, dan toleran. Sementara itu konsep masyarakat madani, atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa Pencerahan (Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke -19). Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (Negara). 
Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kekuatan yang mendominasi kelompok lain. Barulah pada paruh kedua abad ke-18, terminology ini mengalami pergeseran makna. Negara dan masyarakat madani kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang berbeda. Bahkan kemudian, Kant menempatkan masyarakat madani dan Negara dalam kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel, menurutnya masyarakat madani merupakan subordinatif dari negara. Di Indonesia, perjuangan masyarakat madani dimulai pada awal pergerakan kebangsaan, dipelopori oleh Syarikat Islam (1912), dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan. Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif, baik dari rezim Orde Lama maupun rezim Orde Baru. Tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi.
4. Ciri-ciri Masayarakat Madani
Free Public Sphere (Ruang Bebas Publik)
Salah satu karakteristik dari masyarakat madani adalah terdapat tempat bagi masyarkat (Free Public Sphere) untuk melakukan aktivitas publiknya secara bebas namun tetap harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab. Masyarakat mendapatkan haknya secara penuh dan merdeka untuk menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, berorganiasi termasuk mempublikasikannya kepada publik tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Demokratisasi
Demokratisasi sangatlah penting bagi terciptanya masyarakat madani di dalam suatu Negara, termasuk Indonesia. Demokratisasi itu sendiri merupakan sebuah proses menegakkan prinsip-prinsip demokrasi di dalam sebuah negara demi terciptanya masyarakat yang menjunjung tinggi asas-asas demokrasi. Demokrasi di letakkan oleh lima pilar yaitu LSM, Pers yang bebas, Supremasi hukum, Perguruan tinggi dan juga Partai politik.
Toleransi
Toleransi yang artinya sikap seseorang dalam menerima pandangan-pandangan yang berbeda dengan dirinya di dalam segi apapun bisa politik, social, ekonomi, dan lainnya. Sebagai negara yang heterogen tentu toleransi ini merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia agar semboyan Bhinneka Tunggal Ika tetap tegak dibawah cengkraman Garuda.
Plularisme
Plularisme merupakan sikap yang mau menerima dengan tulus ikhlas suatu kondisi yang majemuk(beraneka ragam,terdiri atas beberapa bagian yag merupakan kesatuan). Indonesia merupakan Negara yang majemuk dan ini merupakan salah satu kado terindah dari Tuhan untuk kita. Sudah sepatutnya bagi kita untuk mensyukuri hal ini dan menjadikannya sebuah kekuatan dan nilai positif untuk membangun Indonesia kearah yang lebih baik dengan semboyan berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pluralisme ialah tidak hanya sebagai batas sikap dan menerima kenyataan sosial yang beragam tapi disertai dengan sikap tulus menerima perbedaan dan rahmat tuhan yang bernilai positig bagi kehidupan masyarakat. 
Keadilan Sosial
Keadilan Sosial merupakan salah satu syarat mutlak terciptanya masyarakat madani. Keadilan sosial itu sendiri bermakna setiap warga negara mendapatkan proporsi hak dan kewajiban yang seimbang didalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia senantiasa menjunjung tinggi keadilan sosial karena tercantum di dalam pancasila sila ke lima. Keadilan sosial, adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mengenai seluruh aspek kehidupan; ekonomi, pilitik, pengetahuan dan kesempatan.
Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat madani yang senantiasa menegakkan demokrasi. Partisipasi sosial berarti setiap warga Negara berhak dan berkewajiban untuk ikut serta di dalam berpolitik dengan rasa tanggungjawab secara bersih tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Contohnya pemilihan kepala Daerah.
Supremasi Hukum (hukum sebagai kekuasaan tertinggi/teratas)
Supremasi Hukum merupakan bagian penting dalam suatu Negara dan juga merupakan salah satu ciri-ciri dari masyarakat madani. Masih banyak masyarakat Indonesia yang menganggap hukum di negeri ini bagaikan sebuah pisau, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Seharusnya Hukum ini bersifat netral yang artinya setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.  
5. Syarat-syarat Masyarakat Madani
Terdapat tujuh syarat masyarakat madani antara lain sebagai berikut :
a. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan juga kelompok yang berada di dalam masyarakat.
b. Berkembangnya sosialisasi yang kondusif untuk terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan, terjalin kepercayaan, dan relasi sosial antar kelompok.
c. Tidak adanya diskriminasi dalam setiap pembangunan atau terbukanya akses berbagai pelayanan sosial.
d. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam setiap forum, sehingga isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
e. Adanya persatuan antarkelompok di masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan.
f. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang lembaga-lembaga ekonomi hukum, sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
g. Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan dari setiap jaringan kemasyarakatan sehingga terjalin hubungan dan komunikasi antara masyarakat secara teratur, terbuka, dan terpercaya. 
6. Gerakan Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani
Iwan Gardono mendefinisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial. Pandangan lain mengatakan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan.
Keberadaan masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu negara, perusahaan atau pasar, dan masyarakat sipil. Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada di bidang negara dan ekonomi. Pembagian ini telah dibahas oleh Sidney Tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh partai politik melalui pemilu. Sementara itu gerakan ekonomi berkaitan dengan lobby dimana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan publik tanpa harus menduduki jabatan publik tersebut. Selain itu, perbedaan ketiga bidang tersebut dibahas oleh Habermas yang melihat gerakan sosial merupakan resistensi progresif terhadap invasi negara dan sistem ekonomi. Jadi, salah satu faktor yang membedakan ketiga gerakan tersebut adalah aktornya, yakni parpol di ranah politik, lobbyist dan perusahaan di ekonomi(pasar), dan organisasi masyarakat sipil atau kelompok sosial di ranah masyarakat sipil.
7. Organisasi Non Pemerintah dalam Masyarakat Madani
Organisasi non pemerintah mencakup semua organisasi masyarakat yang berada di luar struktur dan jalur formal pemerintah, dan tidak dibentuk oleh atau merupakan bagian dari birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya yang luas, penggunaan istilah organisasi non pemerintah sering membingungkan dan juga bisa mengaburkan pengertian organisasi atau kelompok masyarakat yang semata-mata bergerak dalam rangka pembangunan sosial-ekonomi masyarakat tingkat bawah. Istilah organisasi non pemerintah bagi mereka yang tidak setuju memakai istilah ini berpotensi memunculkan pengertian tidak menguntungkan. Pemerintah khususnya menolak menggunakan istilah itu dengan alasan makna organisasi non pemerintah terkesan “memperhadapkan” serta seolah-olah “oposan pemerintah”. Pengertian organisasi nonpemerintah memang terlalu luas karena mencakup sektor swasta bisnis dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya yang bersifat non pemerintah. Didalamnya bisa termasuk serikat pekerja, kaum buruh, himpunan para petani atau nelayan, rukun tangga, rukun warga. Yayasan sosial, lembaga keagamaan, klub olahraga, perkumpulan mahasiswa, organisasi profesi, partai politik, ataupun asosiasi bisnis swasta.
LP3ES mndefinisikan organisasi non pemerintah sebagai organisasi atau kelompok dalam masyarakat yang secara hukum bukan merupakan bagian dari pemerintah (non-government) dan bekerja tidak untuk mencari keuntungan (non-profit), tidak untuk melayani diri sendiri atau anggota-anggota (self-serving), tetapi untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkannya. Sosok organisasi non pemerintah dalam pengertian riil sebagai gerakan terorganisasi dapat mangambil berbagai bentuk. Ada yang berbadan hukum perkumpulan atau perhimpunan atau yayasan, ada juga yang tidak berbadan hukum. Bahkan ada yang bersifat sementara seperti forum, koalisi, aliansi, konsorsium, asosiasi, jaringan, solidaritas, dan lain-lain.

Daftar Pustaka
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic Education). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ciri Masyarakat Madani. Diunduh tanggal 02 Maret 2016 pukul 13.15 dari www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-masyarakat-madani-ciri.html
Suparmin dan Putri Setyolelono. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: MEDIATAMA.
Pengertian Masyarakat. Diunduh tanggal 03 Maret 2016 pukul  14.11 dari www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian -masyarakat-menurut-para ahli.html?m=1
Masyarakat Madani. Diunduh tanggal 03 Maret 2016 pukul 19.31 dari file.upi.edu/MASYARAKAT_MADANI.pdf

NEGARA, AGAMA DAN WARGA NEGARA

Negara, Agama, dan Warga Negara
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen: Mohammad Hasib, S.H.I., M.H.




Disusun oleh:

Disusun oleh : 
Efa Ayu Suwarningsih (NIM: 17204153002)
Lela Febrianingsih (NIM: 17204153017)
Siti Zulaika (NIM: 17204153029)
Risma Iftitah (NIM: 17204153038)


Jurusan Tadris Matematika
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2016




Negara, Agama, dan Warga Negara
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pembahasan mengenai agama dan negara merupakan hal yang menjadi topik tersendiri bagi berbagai pihak. Dalam suatu negara kehidupan beragama menjadi pilihan bagi warganya karena hal tersebut merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Namun dalam menjalankan kehidupan bernegara, menghubungkan antar agama dan negara menjadi polemik di antara berbagai pihak yang lain. Dalam sejarah peradaban dunia, hubungan agama dan negara telah mempengaruhi berjalannya sistem politik sekarang ini.
Warga negarapun ikut andil dalam berbagai polemic ini. Adanya pendapat-pendapat serta dorongan-dorongan yang lain lah yang menyebabkan adanya polemik ini.

2. Rumusan Masalah
a) Apakah konsep dasar suatu negara?
b) Bagaimanakah teori terbentuknya negara dan apa sajakah bentuk-bentuk negara?
c) Apakah yang dimaksud dengan agama?
d) Apakah yang dimaksud dengan warga negara dan Warga Negara Indonesia?
e) Bagaimanakah hubungan antara negara dengan warga negaranya?
f) Bagaimanakah hubungan antara agama dengan negara dan atau
sebaliknya?


B. Pembahasan
1. Konsep Dasar Tentang Negara
a. Pengertian Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang galibnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Negara identik dengan hak dan wewenang.
b. Tujuan Negara
Tujuan sebuah negara dapat bermacam-macam, antara lain:
Bertujuan untuk memperluas kekuasaan.
Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum.
Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum.

Tujuan negara menurut para ahli:
Plato menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
Thomas Aquinas dan Agustinus tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan.


Ibnu Arabi berpendapat bahwa tujuan negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh yang dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan rakyat.

Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana tertuang dalam Pembukaan dan Penjelasan UUD 1945. Dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan suatu negara yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, serta membentuk suatu masyarakat adil dan makmur.

c. Unsur-unsur Negara
Suatu negara harus memiliki tiga unsur penting, yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintahan. Selanjutnya disebut sebagai unsur konstitutif.

1) Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak bisa dibayangkan jika ada suatu negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau warga negara adalah substratum personel dari negara.

2) Wilayah
Wilayah adalah unsur negara yan harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas territorial yang jelas. Secara umum, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup daratan, perairan, dan udara.

3) Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapau tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah, melalui aparat dan alat-alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan negaranya yang beragam. Pada umunya, nama sebuah negara identik dengan model pemerintahan yang dijalankannya. Ketiga unsur ini dilengkapi dengan unsur negara lainnya, konstitusi.

4) Pengakuan Negara Lain
Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, sehingga tidak bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan atas fakta adanya negara, didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah). De jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Suatu negara mendapat hak-haknya di samping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa sedunia.
2. Teori Tentang Terbentuknya Negara

1) Teori Kontrak Sosial (Social Contract)
Teori ini meletakkan negara untuk tidak berpotensi menjadi negara tirani, karena keberlangsungnya bersandar pada kontrak-kontrak sosial antara warga negara dengan lembaga negara. Penganut mazhab pemikiran ini antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan J. J. Rouseau.

2) Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Hobbes kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan selama belum ada negara, atau keadaan alamiah (status naturalis, state of nature), dan keadaan setelah ada negara. Keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan sejahtera. Keadaan alamiah merupakan suatu keadilan sosial yang kacau, tanpa hukum, tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antar-individu di dalamnya. Menurut Hobbes, dibutuhkan kontrak atau perjanjian bersama individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang disebut negara.



3) John Locke (1632-1704)
John Locke melihatnya sebagai suatu keadaan yang damai, penuh komitmen baik, saling menolong antara individu-individu di dalam sebuah kelompok masyarakat. Ia berpendapat bahwa keadaan ideal tersebut memiliki potensial terjadinya kekacauan lantaran tidak adanya organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka. Menurut Locke penyelenggara negara atau pimpinan negara harus dibatasi melalui suatu kontrak sosial. Menurut Locke, terdapat hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak asasi warga negara yang tidak dapat dilepaskan, sekalipun oleh masing-masing individu.

4) Jean Jacque Rousseau (1712-1778)
Menurut Rousseau keberadaan suatu negara bersandar pada perjanjian warga negara untuk meningkatkan diri dengan suatu pemerintah yang dilakukan melalui organisasi politik. Menurutnya, pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual, melainkan hanya organisasi negara dibentuk memalui kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan organisasi negara dibentuk dan ditentukan oleh yang bedaulat dan merupakan wakil-wakil dari warga negara. Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya memalui kemauan umumnya. Rousseau dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat melalui perwakilan organisasi politik mereka. Ia juga sekaligus dikenal sebagai penggagas paham negara demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat.





5) Teori Ketuhanan (Teokrasi)
Teori ketuhanan dikenal juga dengan istilah dkotrin teokratis. Teori ini ditemukan baik di Timur maupun di belahan dunia Barat. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad Pertengahan. Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki para raja berasal dari Tuhan. Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya melahirkan doktrin politik Islam sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa dawlah). Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan bahwa dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan negara.

6) Teori Kekuatan
Secara sederhana teori ini diartikan bahwa negara terbentuk karena adanya dominasi negara yang kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini, kekuatan menjadi pembenaran dari terbentuknya sebuah negara. Teori ini berawal dari kajian antropologis atas pertikaian yang terjadi di kalangan suku-suku primitif, di mana si pemenang pertikaian menjadi penentu utama kehidupan suku yang dikalahkan.




3. Bentuk-Bentuk Negara
Secara umum, dalam konsep teori modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk: negara kesatuan (unitarianisme) dan negara serikat (federasi).

1) Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan: sentral dan otonomi.

a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah di bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Model pemerintahan Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto adalah salah satu contoh sistem pemerintahan model ini.

b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah di wilayahnya sendiri. Sistem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau swantara. Sistem pemerintahan negara Malaysia dan pemerintahan pasca-Orde Baru di Indonesia dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukkan ke model ini.





2) Negara Serikat
Negara serikat atau federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.

Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan demokrasi.

a. Monarki
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional. Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang raja atau ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi. Monarki konsitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala pemerintahannya (perdana menteri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi negara. Praktik monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktikkan di beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Jepang, dan Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas simbol negara.




b. Oligarki
Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

c. Demokrasi
Pemerintahan model demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.


4. Agama
Pengertian agama menurut para ahli dan KBBI: dari segi etimologi terdiri atas dua kata dari bahasa sansekerte yaitu A dan Gama. A berarti tidak dan Gama itu berarti kacau jadi agama adalah tidak kacau. Agama pada dasarnya adalah sikap dasar manusia yang seharusnya kepada Tuhan. Agama mengungkapkan akan diri di dalam sembah dan bakti sepenuh hati hanyalah kepada Tuhan. Berbeda dengan iman yang memang didasarkan pada pewahyuan Tuhan, agama sebenarnya adalah hasil usaha dari manusia, yang telah dikembangkan dalam rangka untuk mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan pengungkapan iman. Dengan demikian agama itu tidak sama dengan iman, karena seseorang yang beragama barulah merupakan sebuah awal dari perjalanan panjang yang mesti dilaluinya dalam mengarungi dunia rohani yang tiada batasnya.

Disebutkan tiada batasnya karena yang namanya perjalanan rohani terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang gaib atau transenden. Iman menjadi sebuah tanggapan atau jawaban manusia atas perwahyuan dari Tuhan; sedangkan bagaimana dengan jawaban manusia ini akan dikembangkan, diteruskan dan disebarluaskan secara turun-temurun didalam berbagai kegiatan kerohanian, itulah yang sudah diatur dalam agama. Jadi agama itu lebih menjadi suatu lembaga atau wadah yang mempersatukan dan mengatur segala aktivitas yang berhubungan dengan penghayatan dan pengungkapan iman kepada Tuhan.
Dengan pengertian tersebut maka tidak berarti yang namanya agama yang hanya berhubungan dengan hal yang mengarah vertikal saja sementara untuk aspek horizontalnya atau hubungan kepada sesama itu diabaikan. Agama sangat jelas dilihat mempunyai ciri sosial yang sangat begitu luas dan sangat dalam. Agama adalah sebuah ruang tempat atau institusi dan penghayatan atas dimensi sosial yang dari iman kepada Tuhan.
5. Warga Negara
Menurut UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia pasal 1, warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan. Di Indonesia, istilah warga negara dikenal dengan istilah kaulanegara. Istilah “kaula” berasal dari bahasa Jawa yang menurut peraturan perundang-undangan di Hindia Belanda memiliki pengertian yang sepadan dengan istilah onderdaan (Bahasa Belanda) yang berarti ikatan antara seorang warga negara dan negaranya.




6. Warga Negara Indonesia (WNI)
Menurut UUKI 2006 (Pasal 4, 5, dan 6) mereka yang dinyatakan sebagai warga negara Indonesia antara lain:
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia (WNI).
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia.
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan warga negara Indonesia.
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu tiga ratus (300) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia.
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia.
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l. Anak yang lahir di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan iobu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Selanjutnya, Pasal 5 UUKI 2006 tentang Status Anak Warga Negara Indonesia menyatakan:
1. Anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, sebelum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.

2. Anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.





Adapun tentang pilihan menjadi warga negara bagi anak yang dimaksud pada pasal-pasal sebelumnya dijelaskan dalam Pasal 6 UUKI 2006, sebagai berikut:
1. Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaran ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
2. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampakan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
3. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat tiga tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin.




7. Hubungan Negara dengan Warga Negara
Hubungan negara dan warga negara ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbale balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstitusi, mialnya berkwajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali. Negara juga berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi, dan sebagainya.
Kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warganya tidak akan dapat berlangsung dengan baik tanpa dukungan warga negara dalam bentuk pelaksanaan kewajibannya sebagai warga negara. Warga negara berkewajiban membayar pajak dan mengontrol jalannya pemerintahan baik melalui mekanisme kontrol tidak langsung (melalui wakilnya di lembaga perwakilan rakyat: DPR, DPRD) maupun secara langsung (melalui cara-cara yang demokratis dan bertanggung jawab).

8. Hubungan Agama dengan Negara: Kasus Islam
Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih menjadi perdebatan yang intensif di kalangan para pakar Muslim hingga kini. Menurut Azyumardi Azra, perdebatan itu telah berlangsung sejak hamper satu abad, dan masih berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama dan negara. Menurut Ibnu Taimiyah, kalaupun ada pemerintahan, itu hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah agama itu sendiri.


Pendapat Ibnu Taimiyah ini bersumber pada ayat Al-Qur’an (Q. S. 57: 25) yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami yang disertai keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan Kami turunkan besi, padanya ada kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan (menolong) Rasul-Nya yang gaib (daripadanya)”.
Ahmad Syafi’I Ma’arif menjelaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara tidak dijumpai dalam Al-Qur’an. Istilah dawlah memang ada dalam Al-Qur’an pada surat al-Hasyr (Q. S. 59: 7), tetapi ia tidak bermakna negara. Istilah tersebut dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan dari kekayaan. Menurut Mohammad Husein Haikal, prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang diberikan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. Dalam Islam tidak terdapat suatu sistem pemerintahan yang baku. Hubungan Islam dan negara modern secara teoretis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pandangan: integralistik, simbiotik, dan sekularistik.
1. Paradigma Integralistik
Paradigma integralistik hamper sama persis dengan pandangan negara teokrasi Islam. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik atau negara. Pola hubungan integrative ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-agama, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Paradigma integralistik ini antara lain dianut oleh negara Kerajaan Arab Saudi dan penganut paham Syi’ah di Iran.


2. Paradigma Simbiotik
Menurut paradigm simbiotik, hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Dalam pandangan ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama.
Paradigma simbiotik tampaknya bersesuaian dengan pandangan Ibnu Taimiyah tentang negara sebagai alat agama di atas. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi bahwa antara agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Model pemerintahan negara Mesir dan Indonesia dapat digolongkan kepada kelompok paradigma ini.

3. Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Konsep sekularistik dapat ditelusuri pada pandangan Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah SAW pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad untuk mendirikan negara Islam. Negara Turki modern dapat digolongkan ke dalam paradigma ini.



9. Hubungan Negara dengan Agama: Pengalaman Islam di Indonesia
Perdebatan tentang Islam dan nasionalisme Indonesia antara tokoh nasionalis Muslim dan nasionalis sekuler pada 1930-an merupakan babak awal pergumulan Islam dan negara pada  kurun-kurun selanjutnya. Perdebatan Islam dan nasionalisme dan konsep negara sekuler diwakili masing-masing oleh tokoh nasionalis Muslim Mohammad Natsir dan Soekarno dari kelompok nasionalis sekuler.
Perdebatan Islam dan konsep-konsep ideologi sekuler menemukan titik klimaksnya pada persidangan formal dalam sidang-sidang majelis Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bentukan pemerintah Jepang pada tahun 1945. Usulan menjadikan Islam sebagai konsep negara dari kelompok nasionalis Muslim bersandar pada alas an sosiologis bangsa Indonesia. Menurut para nasionalis sekuler, kemajemukan Indonesia dan perasaan senasib melawan penjajah mendasari alas an mereka menolak konsep negara agama (Islam) yang diajukan oleh kalangan nasionalis Muslim.
Akhir dari perdebatan konstitusional BPUPKI menghasilkan kekhawatiran bagi kelompok nasionalis dari kawaan Indonesia Timur. Kekhawatiran mereka diwujudkan melalui keinginan mereka  mendirikan negara sendiri dengan memisahkan diri dari konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Klimaks dari perdebatan di sidang BPUPKI berakhir dengan kesediaan kalangan nasionalis Muslim untuk tidak memaksakan kehendak mereka menjadikan Islam sebagai dasar negara Indonesia. Hasil dari kompromi antara kelompok nasionalis Muslim dengan nasionalis sekuler dikenal dngan nama the gentlemen agreement yang tertuang dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang menyebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Catatan Singkat Pergumulan Islam:
Berikut catatan singkat pergumulan Islam dan negara di Indonesia: Pada kurun antara 1950-1959, ketika Indonesia menjalankan prinsip Demokrasi Parlementer, ketegangan Islam dan negara kembali tertuang dalam bentuk perseteruan sengit antara kelompok partai politik Islam. Perseteruan ideologis Islam versus ideologi sekuler kembali terjadi dalam persidangan Konstituante hasil pemilu demokratis yang pertama pada 1955.
Pemilu 1955 yang dinilai banyak ahli sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah politik nasional Indonesia ternyata tak menjamin terselenggarakannya proses pembuatan konstitusi dengan baik. Sekalipun Majelis Konstituante hamper rampung menyelesaikan tugas-tugas konstitusionalnya, ketidakstabilan politik dan ancaman disintegrasi dianggap oleh Presiden Soekarno sebagai dampak langsungdari Demokrasi Parlementer yang diadopsi dari Barat. Menurut Soekarno, demokrasi ala Barat tidak sesuai dengan iklim politik Indonesia. Perseteruan sengit antara partai-partai politik harus diakhiri dengan memberlakukan kembali UUD 1945 di bawah sistem Demokrasi Terpimpin melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak saat itu Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang tak terbatas, bahkan dinobatkan sebagai presiden seumur hidup.
Sistem Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno berakhir dengan peristiwa politik yang tragis, Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini sekaligus merupakan awal kejatuhan politik Presiden Soekarno dan awal naiknya kiprah politik Presiden Soeharto.




Akhir masa pemulihan keamanan berhasil menaikkan Panglima Kostrad Letnan Jenderal Soeharti ke tampuk kepemimpinan nasional yang disahkan oleh sidang Umum MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) di bawah pimpinan Jenderal A. H. Nasution pada 1968. Dengan slogan kembali ke Pancasila secara murni dan konsekuen, Presiden Soeharto memulai kiprah kepemimpinan nasionalnya dengan sebutan Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama yang dianggap telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.

10. Islam dan Negara Orde Baru: Dari Antagonis ke Akomodatif
Naiknya Presiden Soeharto melahirkan babak baru hubungan Islam dan negara di Indonesia. Menurut Imam Aziz, pola hubungan antara keduanya secara umum dapat digolongkan ke dalam dua pola: antagonis dan akomodatif. Hubungan antagonis merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara Islam dan negara Orde Baru; sedangkan akomodatif menujukkan kecenderungan saling membutuhkan antara kelompok Islam dan negara Orde Baru, bahkan terdapat kesamaan untuk mengurangi konflik antara keduanya. Sebelum mencapai pola akomodatif, menurut  Abdul Aziz Thaba, telah terjadi hubungan agama dan negara Orde Baru yang bersifat resiprokal-kirtis, yakni awal dimulainy6a penurunan ketegangan antara agama dan negara di Indonesia. Hubungan antagonis antara negara Orde Baru dengan kelompok Islam dapat dilihat dari kecurigaan dan pengekangan kekuatan Islam yang berlebihan yang dilakukan Presiden Soeharto. Menurut Effendy, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tidak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan umat Islam yang berbeda.



Pertengahan 1980-an merupakan awal perubahan pendulum hubungan Islam dan rezim Orde Baru. Hal ini ditandai dengan lahirnya kebijakan-kebijakan politik Presiden Soeharto. Menurut Effendy, kebijakan-kebijakan Orde Baru memiliki dampak luas bagi perkembangan politik Islam selanjutnya baik struktural maupun kultural.
 Kecenderungan akomodasi negara terhadap Islam juga menurut Affan Gaffar ditenggarai dengan adanya kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan keagamaan serta kondisi dan kecenderungan akomodasionis umat Islam sendiri. Menurut Thaba, sikap akomodatif negara terhadap Islam lebih disebabkan oleh pemahaman negara terhadap perubahan sikap politik umat Islam terhadap kebijakan negara, terutama dalam konteks pemberlakuan dan penerimaan asas tunggal Pancasila.

11. Islam dan Negara Pasca-Orde Baru: Bersama Membangun Demokrasi dan Mencegah Disintegrasi Bangsa
Dalam konteks konsolidasi ddemokrasi setelah lengsernya Orde Baru yang otoriter, umat Islam seyogianya memandang dan menjadikan kesepakatan (agreement) di antara kalangan nasionalis sekuler dan nasionalis Muslim untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara NKRI. Kesepakatan tersebut harus dipandang sebagai komitmen suci para pendiri bangsa yang harus dilestarikan sepanjang masa oleh semua warga bangsa.
Konsep NKRI dan Pancasila dengan kebhinekaannya adalah tidak bisa dilepaskan dari ijtihad kelompok Islam Indonesia yang harus dijaga, dilestarikan, dan diaktualisasikan dengan pengembangan ajaran-ajaran Islam yang berwawasan inklusif, kemanusiaan, keadilan, dan keindonesiaan. Keberadaan elemen-elemen demokrasi harus didorong menjadi kekuatan vital bagi proses demokratisasi di Indonesia dan penjaga empat consensus kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sikap mengancam atau merusak fasilitas umum dalam mengeluarkan pendapat, lebih-lebih menggantikan peran penegak hukum atau melakukan tindakan terror terhaap aparat hukum. Tentu saja, sikap destruktif juga sangat bertentangan dengan ajaran semua agama dan ideologi Pancasila.
Dengan ungkapan lain, negara dan agama, melalui kekuatan masyarakat sipilnya, adalah dua komponen utama dalam proses membangun demokrasi di Indonesia yang berkeadaban. Dua komponen ini memiliki peluang yang sama untuk menjadi komponen strategis dalam pembangunan masa depan Indonesia, pembangunan masa depan demokrasi Indonesia.
Komitmen untuk menjaga kesepakatan para pendiri bangsa inilah masa depan demokrasi Indonesia harus diletakkan dalam tataran Indonesia yang plural dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karenanya, bersandar pada komitmen kebangsaan ini adalah sangat tidak relevan, bahkan ahistoris, jika dijumpai segelintir individu maupun kelompok dalam umat Islam yang hendak mengusung gagasan atau ide negara agama. Hal ini selain tidak sejalan dengan prinsip kebhinekaan dan demokrasi, tetapi juga mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa yang di antara mereka adalah para tokoh umat Islam





C. Penutup
Kesimpulan:
Negara dapat diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat yang memiliki tujuan-tujuan, unsur-unsur, serta ada beberapa teori dalam pembentukannya. Negara pun memiliki 2 bentuk, yaitu negara kesatuan dan negara serikat.
Dalam kehidupan bernegara pun tidak lepas hubungannya dengan agama yang dimana peraturan-peraturan agama dapat masuk ke dalam sistem pemerintahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa agama juga berhubungan dengan warga negara yang ada dalam suatu negara tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah, Abdul Rozak. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. (edisi revisi). Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Kreatif. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Klaten: Viva Pakarindo.
Negara, Agama, dan Warga Negara. Diunduh tanggal 4 Maret 2016, dari https://www.academia.edu/9838661/NEGARA_AGAMA_DAN_WARGA_NEGARA.
Pengertian Agama Menurut Para Ahli dan KBBI. Diunduh tanggal 4 Maret 2016, dari http://pengertian.website/pengertian-agama-menurut-para-ahli-dan-kbbi/ .

MAKALAH DEMOKRASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi social, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.


B.       Rumusan masalah
1.    Apa pengertian demokrasi ?
2.    Apa sajakah ciri-ciri demokrasi ?
3.    Apa saja jenis-jenis demokrasi ?
4.    Bagaimanakah pelaksanaan demokrasi di Indonesia ?

C.       Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa itu demokrasi.
2.    Untuk mengetahui ciri-ciri demokrasi.
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis demokrasi.
4.    Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan demokrasi di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat. kata kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat,yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menenentukan.
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang diplih melalui pemilu. Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga Negara, menegakan rule of law, adanya pemerintahan menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat warga Negara memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Pengertian demokrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
a.      C.F Strong, demokrasi adalah suatu system pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya bmempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas.
b.      Samuel Huntington, system politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam system itu di pilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam system itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hamper semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.
c.      Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi di Negara tersebut. Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan pula sebagai sistem pemerintahan kedaulatan rakyat.
d.     Kranemburg, Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan). Jadi, demokrasi berarti cara memerintah dari rakyat.
e.      Charles Costello, Demokrasi adalah sistem social dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan emerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.
f.       Koentjoro Poerbopranoto, Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Hal ini berarti suatu sistem dimana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan negara.
g.      Harris Soche, Demokrasi  adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada rakyat.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.
Dalam Negara demokrasi, kata demokrasi pada hakekatnya mengandung makna partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan . (partisipasi politik), yaitu;
1.    Penduduk ikut pemilu;
2.    Penduduk hadir dalam rapat selama 5 tahun terakhir;
3.    Penduduk ikut kampanye pemilu;
4.    Penduduk jadi anggota parpol dan ormas;
5.    Penduduk komunikasi langsung dengan pejabat pemerintah.
Perwujudan sistem demokrasi pada masing-masing negara dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi dan situasi dari negara yang bersangkutan.
   

B.     Ciri-ciri Demokrasi
Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1.      Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2.      Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
3.      Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
4.      Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hokum.
5.      Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
6.      Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
7.      Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
8.      Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9.      Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).



C.    Jenis-jenis Demokrasi
Secara umum demokrasi yang dipakai dalam suatu negara sangat banyak macamnya. Jadi saya akan menyampaikan berdasarkan kategori tertentu dalam pembagian demokrasi ini.

1.      Berdasarkan penyaluran kehendak rakyat :
·       Demokrasi Langsung (Direct Democracy) adalah demokrasi yang secara langsung melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan suatu negara. Pada demokrasi langsung, rakyat berpartisipasi dalam pemilihan umum dan menyampaikan kehendaknya secara langsung.
·       Demokrasi Tidak Langsung (Indirect Democracy) adalah demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat dalam pengambilan suatu keputusan negara secara tidak langsung, artinya rakyat mengirimkan wakil yang telah dipercaya untuk menyampaikan kehendak mereka. Jadi disini wakil rakyat yang terlibat secara langsung menjadi perantara seluruh rakyat.
2.      Berdasarkan Fokus Perhatiannya :
·       Demokrasi Formal adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang politik tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi.
·       Demokrasi Material adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang ekonomi tanpa mengurangi kesenjangan politik.
·       Demokrasi Gabungan adalah demokrasi yang fokus perhatiannya sama besar terhadap bidang politik dan ekonomi, indonesia menganut sistem demokrasi gabungan ini.
3.      Berdasarkan Prinsip Ideologi
·       Demokrasi Liberal, yaitu demokrasi yang didasarkan atas hak individu suatu warga negara, artinya individu memiliki dominasi dalam demokrasi ini. Pemerintah tidak banyak ikut campur dalam kehidupan bermasyarakat, yang artinya kekuasaan pemerintah terbatas. Demokrasi Liberal disebut juga demokrasi konstitusi yang kekuasaanya hanya dibatasi oleh konstitusi.
·       Demokrasi Komunis, yaitu demokrasi yang didasarkan atas hak pemerintah dalam suatu negara, artinya pemerintah memiliki dominasi dalam demokrasi ini. Demokrasi komunis dapat dikatakan kebalikan dari demokrasi liberal. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh penguasa tertinggi, kekuasaan pemerintah tidak terbatas. Kekuasaan pemerintah tidak dibatasi dan bersifat totaliter, sehingga hak individu tidak berpengaruh terhadap kehendak pemerintah.
·       Demokrasi Pancasila, Demokrasi inilah yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasar kepada pancasila. Pada hakikatnya Demokrasi adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan yang tertinggi ada di tangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat, dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani yang luhur. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Perwakilan adalah prosedur peran serta rakyat dalam pemerintahan yang dilakukan melalui badan perwakilan.
                             Dari uraian di atas demokrasi Pancasila dapat diartikan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai dan diliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beadab, Persatuan Indonesiaserta untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumberkan pada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
D.      Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat macam demokrasi di bidang politik yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, yaitu:

1.         Demokrasi Parlementer (liberal)
Demokrasi ini dipraktikan pada masa berlakunya UUD 1945 periode pertama (1945-1949) kemudian dilanjutkan pada bertakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) 1949 dan UUDS 1950. Demokrasi ini secara yuridis resmi berakhir pada tanggal 5 Juti 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembal UUD 1945.
Pada masa berlakunya demokrasi parlementer (1945-1959), kehidupan politik dan pemerintahan tidak stabil, sehingga program dari suatu pemerintahan tidak dapat dijalankan dengan baik dan berkesinambungan. Timbulnya perbedaan pendapat yang sangat mendasar diantara partai politik yang ada pada saat itu.

2.         Demokrasi Terpimpin
Mengapa lahir demokrasi terpimpin?, yaitu lahir dari keinsyafan, kesadaran, dan keyakinan terhadap keburukan yang diakibatkan oleh praktik demokrasi parlementer (liberal) yang melahirikan terpecahnya masyarakat, baik dalam kehidupan politik maupun dalam tatanan kehidupan ekonomi.
Secara konsepsional, demokrasi terpimpin memiliki kelebihan yang dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal itu dapat dilihat dan ungkapan Presiden Soekarno ketika memberikan amanat kepada konstituante tanggal 22 April 1959 tentang pokok-pokok demokrasi terpimpin, antara lain;
·         Demokrasi terpimpin bukanlah dictator
·         Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia
·         Demokrasi terpimpin adalah demokrasi disegala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan social
·         Inti daripada pimpinan dalam demokrasi terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
·         Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun diharuskan dalam demokrasi terpimpin.
Berdasarkan pokok pikiran tersebut demokrasi terpimpin tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta budaya bangsa Indoesia. Namun dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga seringkali menyimpang dan nilai-riilai Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa. Penyebabnya adalah selain terletak pada presiden, juga karena kelemahan legislative sebagai patner dan pengontrol eksekutiI serta situasi social poltik yang tidak menentu saat itu.
3.      Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru
Demokrasi Pancasila mengandung arti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah disertai rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, menjunjung tinggi nilal-nilal kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin persatuan dan kesatuan bangsa, mengutamakan musyawarah dalam menyelesaian masalah bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social. Demokrasi Pancasila berpangkal dari kekeluargaan dan gotong royong. Semangat kekeluargaan itu sendiri sudah lama dianut dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan.
Mengapa lahir demokrasi Pancasila? Munculnya demokrsi Pancasila adalah adanya berbagai penyelewengan dan permasalahan yang di alami oleh bangsa Indonesia pada berlakunya demokrsi parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis demokrasi tersebut tidak cocok doterapkan diindonesia yang bernapaskan kekeluargaan dan gotong royong.
Sejak lahirnya orde baru di Indonesia diberlakukan demokrasi Pancasila sampai saat ini. Meskipun demojrasi ini tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi konstitusional, namun praktik demokrasi yang dijalankan pada masa orde baru masih terdapat berbagai peyimpangan yang tidak ejalan dengan ciri dan prinsip demokrasi pancasila, diantaranya:
1.      Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan adil
2.      Penegakkan kebebasan berpolitik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3.      Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak mandiri karena para hakim adalah anggota  PNS Departemen Kehakiman
4.      Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat
5.      System kepartaian yang tidak otonom dan berat sebelah
6.      Maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
7.      Menteri-menteri dan Gubernur di angkat menjadi anggota MPR

4.      Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Reformasi
Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi pancasila. Namun perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pancasila dari masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa orde reformasi sekarang ini yaitu :
·         Pemilihan umum lebih demokratis
·         Partai politik lebih mandiri
·         Lembaga demokrasi lebih berfungsi
·         Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan Negara) masing-masing bersifat otonom penuh.
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan yang dibuat berdasarkan kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan lebih mudah diwujudkan. Tata cara pelaksanaan demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanisme konstitusional karena penyelenggaraan pemeritah Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi.
Demokrasi pancasila hanya akan dapat dilaksanakandengan baik apabila nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat dipahami dan dihayati sebagai nilai-nilai budaya politik yang mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya.
Keadaan Demokrasi di Indonesia saat ini
Negara Indonesia adalah negara demokrasi, dalam dekade terakhir negara ini banyak mengalami kemajuan dalam berdemokrasi. Para pimpinan lembaga negara sepakat bahwa kunci membangun demokrasi Indonesia adalah dengan memperkuat “4 pilar kebangsaan”,  empat pilar itu adalah;
1.                        Pancasila
2.                        UUD 1945
3.                        NKRI
4.                        Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan memperkuat empat pilar tersebut diharapkan oleh para Pimpinan Lembaga Negara dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh “Negara Indonesia”. Empat pilar tersebut merupakan pondasi yang kuat yang telah dicetuskan oleh founding father/Bapak Pendiri Bangsa kita dalam membangun demokrasi. Diharapkan kesemuanya dapat berjalan balance sehingga tercipta suasana yang harmonis dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Tidak ada peraturan yang sempurna jika tidak ada yang patuh dan taat kepadanya, namun peraturan yang sederhana dan jelek sekalipun jika ditaati dan dilaksanakan secara bersama-sama maka akan menjadi peraturan yang sempurna. Keteladanan dari para penyelenggara
Negara sangat diperlukan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dengan memahami dan melaksanakan nilai-nilai luhur bangsa yang terangkum dalam 4 pilar berbangsa dan Bernegara. Jadi cukup dengan empat pilar tersebut jika semuanya menjalankan dengan baik dan benar karena sebuah ketulusan maka kemungkinan besar Indonesia akan menjadi Negara Besar dan berdaulat penuh.
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan.
Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis. 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Demokrasi merupakan pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menenentukan.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia mulai dari demokrasi parlementer (liberal) hingga demokrasi pancasila pada era orde reformasi merupakan demokrasi yang belum sempurna, hingga sekarang ini masih memiliki banyak kendala.
Dengan terciptanya masyarakat madani (Civil Society). Secara fisik masyarakat madani di Indonesia sudah tercipta, karena masyarakat madani (civil society) merupakan wujud masyarakat yang memiliki keteraturan hidup dalam suasana perikehidupan yang mandiri, berkeadilan sosial, dan sejahtera. Masyarakat madani mencerminkan sifat kemampuan dam kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipasi dalam menghadapi berbagai persoalan sosial. Namun dalam pelaksanaannya, kami tidak berani untuk mengatakan demikian, karena melihat kondisi bangsa kita sekarang, nilai-nilai yang terkandung dalam istilah Civil Society itu masih perlu dipertanyakan.

B.     Saran
1.      Sebaiknya bagi semua warga negara/masyarakat, dalam pelaksanaan demokrasi, benar-benar menyuarakan isi hatinya jangan hanya karena imingiming hadiah berupa materi sehingga lupa apa yang seharusnya disuarakan.
2.      Bagi para elit politik dan pemerintah, kiranya kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru bekerjasama untuk membodohi dan menipu rakyat. 




DAFTAR PUSTAKA
Sumarsono, 2007. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Kaelan, 2010. Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma
Sulaeman. 2008. http://www.wikipedia.com/demokrasi/. Diakses Tanggal 21 Oktober 2008 
Muh. Guntur. 2008. http://www.e-dukasi.net/artikel/demokrasi_indonesia/. Diakses Tanggal 21 Oktober 2008