Pengikut

Rabu, 07 Desember 2016

MAKALAH KONSTITUSI

KONSTITUSI
MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu
Mohammad Hasib, S.H.I., M.H.


Oleh:

1. Fina Iftitahurrahmah (17204153004)
2. Zika Muwakhidatuz Zahro (17204153019)
3. Atika Kamala (17204153032)
4. Inggar Laras Putri (17204153046)


JURUSAN TADRIS MATEMATIKA 2/A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2015-2016



A. Pendahuluan

I. Latar Belakang
Dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi suatu negara. Sebagai norma tertinggi, dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum di bawahnya. Konstitusi adalah salah satu norma hukum di bawah dasar negara. Dalam arti yang luas: Konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah: Konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dalam arti sempit: Konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang berdifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar negara. Norma hukum di bawah dasar negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar negara. Dasar negara merupakan cita hukum dari negara. Jadi kaitan antara dasar negara dengan konstitusi adalah dasar negara menjadi sumber bagi penyusunan konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum di bawah dasar negara baru bersumber dan berdasar pada dasar negara.

II. Rumusan Masalah
Adapun yang akan di bahas serta menjadi rumusan masalah dalam pembahasan kali ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Konstitusi
2. Fungsi dan Kedudukan Konstitusi
3. Nilai Konstitusi
4. Klasifikasi Konstitusi
5. Perubahan Konstitusi
6. Berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
B. Pembahasan
1. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis “konstituer”. Artinya membentuk (membentuk negara). Dalam bahasa Belanda konstitusi dikenal dengan istilah “grondwet” yang artinya undang-undang yang menjadi dasar segala peraturan hukum, yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hokum dasar.
Berikut beberapa pendapat para ahli tentang definisi konstitusi:
a. Herman Heller, mendefinisikan bahwa konstitusi memiliki arti yang lebih luas dari undang-undang dasar. Konstitusi sebenarnya tidak hanya bersifat yuridis semata, tetapi juga bersifat sosiologis dan politis. Undang-undang dasar hanya sebagian dari konstitusi.
b. C. F. Strong, menegaskan bahwa konstitusi dalam arti sempit, yaitu kumpulan naskah atau sekumpulan peraturan yang mengandung otoritas sebagai hokum tata Negara.
c. K. C. Wheate, menjelaskan bahwa konstitusi memiliki dua pengertian. Pertama sebagai seluruh peraturan tentang system ketatanegaraan suatu negara, kedua konstitusi menunjuk pada peraturan tertentu yang termuat dalam dokumen tertulis.
d. Usep Ranawijaya, menurutnya konstitusi memiliki dua pengertian, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, konstitusi mencakup segala ketentuan tentang keorganisasian negara, baik yang ada dalam undang-undang dasar, uundang-undang organik, maupun kebiasaan kenegaraan atau konvensi. Sedangkan dalam arti sempit, konstitusi menunjuk pada dokumen pokok yang berisi aturan mengenai susunan organisasi kenegaraan beserta cara kerjanya.


Atas dasar beberapa pendapat tersebut, konstitusi dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Konstitusi adalah aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pembentukan dan penyelenggaraan negara.
b. Konstitusi memiliki dua pengertian, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas konstitusi mencakup seluruh kperaturan kenegaraan termasuk UUD, peraturan perundangan lainnya, dan konvensi. Sedangkan dalam arti sempit atau secara formal konstitusi adalah peraturan pokok kenegaraan, yaitu UUD. UUD sebagai sebagai hukum dasar atau konstitusi harus memenuhi dua syarat yang ditinjau dari bentuk dan isinya. Dilihat dari bentuknya UUD merupakan naskah tertulis sebagai undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara. Adapun menurut isinya, UUD merupakan aturan yang bersifat fundamental, yakni tidak semua masalah yang penting harus dimuat dalam undang-undang dasar, tetapi hanya yang bersifat pokok, fundamental, atau asas-asasnya saja.

2. Fungsi  dan Kedudukan Konstitusi
Kedudukan dan Fungsi Konstitusi adalah sebagai berikut:
a. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national document) yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan Negara.
b. Konstitusi sebagai piagam kelahiran baru (a birth certificate of new state). Hal ini juga merupakan bukti adanya pengakuan masyarakat international termasuk untuk menjadi anggota PBB, oleh karena itu, sikap kepatuhan suatu Negara terhadap hukum internasional ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
c. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi.
d. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan. Konstitusi menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma suatu bangsa dan Negara, misalnya symbol demokrasi, persatuan, keadilan, kemerdekaan, Negara hukum, yang dijadikan sandaran untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan Negara.
e. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan. Konstitusi dapat berfungsi untuk membatasi kekuasaan, mengendalikan perkembangan dan situasi politik yang selalu berubah, serta berupaya untuk menghindarkan adanya penyalah gunaan kekuasaan.
f. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga Negara.Konstitusi memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan warga Negara.
g. Berfungsi mengatur hubungan kekuasaan antar badan Negara.
h. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan Negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan Negara.
i. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam system demokrasi adalah rakyat) kepada badan Negara.
j. Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan identitas dan keagungan kebangsaan (identity and caracteritic of nation).

3. Nilai Konstitusi
Pelaksanaan konstitusi yang berlaku di suatu negara mempunyai beberapa kemungkinan. Pertama, konstitusi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalamnya. Kedua, terdapat beberapa ketentuan konstitusi yang tidak dilaksanakan lagi meskipun secara resmi masih berlaku. Ketiga, konstitusi dilaksanakan tidak berdasarkan ketentuan yang termuat di dalamnya melainkan demi kepentingan sesuatu golongan atau pribadi tertentu.
Sehubungan dengan berbagai kemungkinan di atas, Karl Lowenstein telah melakukan penelitian dan menghasilkan tiga jenis penilaian terhadap nilai konstitusi, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai Normatif
Konstitusi yang bernilai normatif mengandung pengertian bahwa konstitusi itu berlaku tidak hanya dalam arti hukum(legal) melainkan juga dalam kenyataan (realitas).
b. Nilai Nominal
Konstitusi yang bernilai nominal mengandung pengertian bahwa menurut hukum masiih berlaku tetapi dalam pelaksanaannya atau kenyataannya tidak sempurna karena ada pasal-pasal yang tidak dilaksanakan.
c. Nilai Semantik
Konstitusi yang bernilai semantik berarti konstitusi itu secara hukum memang berlaku tetapi hanya sekedar untuk memberi bentuk atau melaksanakan kekuasaan politik. Konstitusi diadakan hanya untuk kepentingan pemegang kekuasaan. Konstitusi hanya sekedar istilah karena pelaksanaannya harus selalu dihubungkan dengan kepentingan pihak yang berkuasa.

4. Klasifikasi Konstitusi
Klasifikasi konstitusi menurut K.C. Wheare:
Written constitution and no written constitution (konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis)
Flexible constitution and rigid constitution (konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid)
Supreme constitution and not Supreme constitution (konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi)
Federal constitution and unitary constitution (konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan)
Presidental executive and parlementer executive constitution (konstitusi system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer).

Aturan-aturan suatu Negara yang diatur dalam konstitusi  (undang-undang dasar):
Disamping mempunyai kekuasaan nominal sebagai kepala Negara, presiden juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan
Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislative , akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih seperti Amerika
Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislative. Dan
Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislative dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Maka konstitusi (undang-undang dasar) yang seperti ini disebut konstitusi system pemerintahan presidensial.

Sedangkan apabila pada konstitusi suatu Negara yang memuat ciri-ciri pemerintaha  yang sebagai berikut:
Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk untuk berdasarkan kekuatan-kekuatan yang menguasai parlementer
Para anggota cabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian adalah anggota parlemen
Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen
Kepala Negara dengan saran atau nasehat perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum
Maka konstitusi (undang-undang dasar) yang seperti ini disebut sebagai konstitusi sistem pemerintahan parlementer.

5. Perubahan Konstitusi
Perubahan konstitusi dikenal dengan dua cara:
1. Renewal (pembaharuan): perubahan konstitusi secara keseluruhan, dianut oleh negara Eropa Kontinental (Belanda, Jerman dan Perancis).
2. Amandemen (perubahan): suatu konstitusi diubah, tetapi konstitusi yang asli tetap berlaku amandemen merupakan bagian yang menyertai konstitusi awal, dianut oleh neg Anglo-Saxon.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
a) Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999: Perubahan Pertama UUD 1945
b) Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000: Perubahan Kedua UUD 1945
c) Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001: Perubahan Ketiga UUD 1945
d) Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002: Perubahan Keempat UUD 1945
Adapun perubahan yang signifikan terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945, yaitu:
a) Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipiih oleh MPR, namun dipilih secara langsung oleh rakyat.
b) MPR bukan lagi sebagai lembaga yang berwenang memilih atau mengangkat presiden dan wakil presiden.
c) Ketidakjelasan maksud syarat calon presiden adalah orang Indonesia asli diperjelas menjadi harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
d) Ketidaktegasan berapa periode seorang presiden dapat memegang jabatan dipertegas menjadi maksimal selama dua periode.
e) Ditambahkan aturan mengenai pemberhentian presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, yaitu apabila terbukti presiden dan atau presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi menenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden.
f) Ditambahkan aturan mengenai pemilihan gubernur, bupati dan wali kota secara demokratis.
g) Ditambahkan aturan mengenai pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang pemilihan umum.
h) Ditambahkan aturan mengenai kewajiban negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
i) Dan lain-lain.
Tujuan perubahan UUD ini menurut legislatif dan komisi konstitusi adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Namun, perubahan ini tidak merubah pembukaan UUD 1945 dengan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mempertegas sistem presidensil.

6. Berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
a. UUD 1945 (Periode Pertama 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949)
Tahun 1945 dalam Perang Dunia II melawan Sekutu, Jepang yang saat itu menjajah Indonesia mulai mengalami kekalahan. Maka, Jepang diwakili oleh Perdana Menteri Koiso memberi janji kemerdekaan dengan harapan bangsa Indonesia mau membantunya. Untuk melaksanakan persiapan kemerdekaan, pada tanggal 29 April 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dookuritsu Junbi Coosakai. Pada tanggal 28 Mei 1945 anggota BPUPKI.
Guna persiapan mendirikan negara, BPUPKI melaksanakan dua kali persidangan, yaitu sidang pertama pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 dan sidang kedua pada tanggal 10 sampai 17 Juli 1945. Sidang pertama membahas tentang dasar negara dan sidang kedua membahas tentang hukum dasar, sidang berhasil merumuskan Rancangan Hukum Dasar yang terdiri dari Rancangan Pembukaan dan Batang Tubuh. Untuk menindaklanjuti hasil sidang tersebut dibentuklah Panitia Sembilan. Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Piagam Jakarta.
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 dua kota di Jepang, yaitu Hirosima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu. Akibat pengeboman itu, Jepang akhirnya menyerah pada Sekutu. Kesempatan itu dipergunakan bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia  merdeka. Dengan demikian, secara de facto negara Indonesia telah berdiri, namun belum memiliki alat kelengkapan negara. Tanggal 18 Agustus 1945 terbentuklah pemerintahan negara RI secara de jure. Pada saat itu PPKI anggotanya telah disempurnakan dan dalam sidangnya menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang didalamnya memuat dasar negara Pancasila.
 Konstitusi yang berlaku pada awal berdirinnya negara RI adalah UUD 1945 yang terdiri tiga bagian sebagai berikut:
1) Pembukaan yang terdiri dari empat alinea, alinea keempat memuat Pancasila sebagai dasar negara.
2) Batang Tubuh yang terdiri dari XVI bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan 2 dan ayat Aturan Tambahan.
3) Panjelasan yang terdiri dari Penjelasan Umum dan Penjelasan pasal demi pasal.
Atas dasar konstitusi UUD 1945 tersebut, bentuk negara dan pemerintahan Indonesia ditegaskan sebagai berikut:
1) Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, artinya hanya ada satu kedaulatan dalam negara yang dikendalikan oleh pemerintahan pusat.
2) Bentuk pemerintahan adalah republik, artinya kepala negara dipilih untuk masa jabatan tertentu.
3) Sistem kabinet presidensial, artinya menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.
4) Lembaga Negara yang diatur dalam UUD 1945 saat itu adalah MPR, DPR, Presiden beserta kabinetnya, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).

b. Konstitusi RIS (Berlaku 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950)

Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun merasa tidak rela dengan kemerdekaan negara Indonesia. Mereka masih berambisi untuk menguasai kembali wilayah Indonesia. Pada tahun 1947 dan tahun 1948 Belanda menyerang Indonesia, dalam tujuan untuk menguasai kembali Indonesia.
Selain serangan fisik, Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia melelui jalur diplomasi. Pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan perundingan antara pemerintah Belanda dengan Indonesia. Perundingan yang dikenal dengan nama KMB (Konferensi Meja Bundar) tersebu dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Delegasi Indonesia dalam KMB dipimpin oleh Moh. Hatta. Salah satu butir penting isi KMB adalah Belanda mengakui kedaulatan negara Indonesia dengan bentuk negara, yaitu Republik Indonesia Serikat atau RIS. Konstitusi yang berlaku di RIS adalah UUD RIS atau Konstitusi RIS. Konstitusi RIS ditetapkan dengan Keputusan Presiden RIS No. 48 tanggal 31 Januari 1950. Konstitusi RIS diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1950 No. 3 pada tanggal 6 Februari 1950 dan berlaku sejak tanggal 27 Desember 1949.
Sistematika Konstitusi RIS atau UUD RIS terdiri dari sebagai berikut:
1) Mukadimah atau Pembukaan yang terdiri dari empat alinea, pada alinea keempat terdapat rumusan Pancasila Dasar Negara.
2) Batang Tubuh yang terdiri atas VI bab dan 197 pasal.
a) Bab I Negara Republik Indonesia Serikat.
b) Bab II Republik Indonesia Serikat dan Daerah-Daerah Bagian.
c) Bab III Daerah-Daerah Swapraja.
d) Bab IV Pemerintahan.
e) Bab V Konstituante.
f) Bab VI Perubahan, Ketentuan Peralihan, da Penutup.
Dengan berlakunya UUD RIS sebenarnya telah terjadi perubahan yang mendasar dalam negara Indonesia yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Bentuk negara berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat atau federasi.
2) Sistem pemerintahan berubah dari sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
3) Tidak mengenal jabatan wakil presiden.

c. UUDS 1945 (Berlaku 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959)
Ketidakstabilan politik yang terjadi pada masa Konstitusi RIS menyadarkan pada bangsa Indonesia ternyata bentuk Negara serikat tidak sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa. Selain itu, Negara serikat bertentangan dengan semangat proklamasi 17 agustus 1945. Pada tanggal 8 maret 1950, pemerintah RIS bersama DPR dan senat menetapkan UU Darurat No. 11 tahun 1950 tentang cara perubahan susunan kenegaraan wilayah RIS. Sebagai kelanjutannya dibuat kesepakatan-kesepakatan untuk kembali kepada NKRI.
Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani kesepahaman antara RI dan RIS yang waktu itu tinggal tiga Negara bagian untuk bersama-sama kembali ke NKRI. Sebagai tindak kelanjutannya, dibentuk satu naskah undang-undang dasar yang kemudian UUD baru ini diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1950 dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Dengan berlakunya UUDS 1950, telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam system pemerintahan Negara Indonesia. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
Bentuk Negara berubah dari federal atau serikat kembali kenegara kesatuan.
System cabinet parlementer.
Presiden dapat membubarkan DPR.
Pada tahun 1955, Indonesia menyelenggarakan pemilu yang pertama. Pemilu tersebut dilaksanakan dua kali, yaitu tanggal 29 September untuk memilih aggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Konstituante bertugas merumuskan Undang-Undang Dasar Negara sebagai UUDS 1950.
Setelah konstituante terbentuk, ternyata lembaga tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas seperti yang diharapkan. Kemudian atas dasar itu Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Negara.


d. UUD 1945 (Periode kedua 5 Juli 1959 sampai 21 Oktober 1999)
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 berlaku kembali untuk seluruh negara Indonesia. Ini berarti penyelenggaraan negara Indonesia berdasar pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD 1945. Berikut prinsip-prinsip tersebut:
1) Indonesia adalah negara Kesatuan.
2) Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik dengan sistem kabinet presidensial.
3) Indonesia adalah negara hukum, bukan berdasar kekuasaan belaka.

Pelaksanaan konstitusi UUD 1945 pada masa ini dibagi atas dua masa, yaitu 5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1966 (masa Orde Lama) dan 11 Maret 1966 sampai 21 Oktober 1999. Kedua masa tersebut sama-sama menggunakan UUD 1945 dengan naskah yang sama, namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan-perbedaan yang berimbas pada penyelenggara pemerintahan.
Pelaksanaan pemerintahan pada masa Orde Lama, memberi peluang berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal ideologi komunisme sebenarnya bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi UUD 1945.
Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan Indonesia pada masa Orde Lama, mendorong lahirnya Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Orde Baru bersemangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Dengan semangat tersebut seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara, kegiatan hidup bermasyarakat dan berbangsa, diupayakan sesuai dengan tata aturan yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.
Pada masa Orde Baru pernah terwujud kestabilan pemeerintahan. Hal ini terbukti terselenggaranya pemilu secara teratur, terwujudnya program pembangunan yang terarah dan terpadu dengan program jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Harus diakui, Orde Baru telah berhasil meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional tersebut.
Pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sangat lama, yaitu 32 tahun telah membentuk sistem pemerintahan yang mayoritas dikuasai oleh satu partai. Hal ini, menimbulkan kelemahan kontrol sosial atau pengawasan masyarakat. Pelaksanaan UUD 1945 pada masa  itu memiliki beberapa ciri. Berikut ciri pelaksanaan UUD 1945 pada masa Orde Baru.
1) UUD 1945 yang hanya mengatur landasan pokok ditafsirkan sesuai keinginan yang menguntungkan penguasa dan kurang berpihak pada kepentingan rakyat.
2) UUD 1945 yang memberi porsi yang sangat kuat pada pemerintahan. Dengan demikian, wewenang DPR sangat lemah, sehingga menimbulkan penyakralan terhadap UUD 1945. UUD 1945 tidak dapat diubah atau paling tidak dipersulit perubahannya agar tetap melanggengkan kekuasaan. Tata cara perubahan UUD 1945 yang diatur dalam Pasal 37 UUD 1945sendiri, telah ditutup dengan aturan-aturan untuk tidak mengubah UUD 1945, yaitu Pasal 115 Tap. No. I. MPR/1983,Tap No. IV/1983, dan UU No. 5 tahun 1985. Ketiganya mengatur masalah referendum. Dalam aturan tersebut, dinyatakan MPR tidak akan mengubah UUD 1945, maka MPR harus minta persetujuan seluruh rakyat melalui referendum. Aturan ini tidak sesuai dengan Pasal 37 UUD 1945.
Pelaksanaan UUD 1945 yang demikian, berdampak pada sistem pemerintahan dan ketatanegaraan saat itu. Berikut beberapa dampak yang terjadai akibat pelaksanaan UUD 1945 pada masa Orde Baru.
1) Terjadinya pemusatan kekuasaan sehingga menjurus pada pemerintahan yang absolut dan otoriter.
2) Pengawasan terhadap pemerintahan sangat lemah. Hal ini, terjadi karena susunan dan mekanisme penyusunan MPR/DPR yang hampir seluruhnya pendukung pemerintah, sehingga hampir selalu menyetujui kehendak pemerintah.
3) Munculnya praktik korupsi, kolusi, dannepotisme si berbagai aspek kehidupan sehingga sangat merugikan rakyat.

e. UUD 1945 Amandemen (Tahun 2000 sampai sekarang)
1) Latar belakang diamandemennya UUD 1945
Landasan-landasan yang menyebabkan diamandemennkannya UUD 1945 yang dilakukan tahun 1999-2002 sebagai berikut :
1. Landasan Filosofis
Secara filosofis, ide dasar dan substansi UUD 1945 telah mencampuradukan antara paham kedaulatan rakyat dengan paham sentralistik. Padahal antara keduanya bertolak belakang, bahkan paham sentralistiklah yang telah memberangus demokratisasi di Indonesia.
2. Landasan Sosiologis
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa secara spintas UUD 1945 telah mengatur seruan paham konstitusi yaitu anatomi kekuasaan tunduk pada hukum (supremasi hukum), adanya jaminan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan bebas, dan menganut asas kedaulatan rakyat. Namun, kenyataannya, prinsip-prinsip tersebut belum dielaborasikam secara proposional dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia baik pada masa orde lama, orde baru, dan di era reformasi.
3. Landasan Historis
Secara historis UUD 1945 memang didesain oleh para pendiri Negara sebagai konstitusi yang bersifat sementara dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa. Dari sudut sejarah pembukaan UUD yang permanen karena muatannya belum memuaskan sebagai konstitusi tertulis, unsur-unsur utama konstitusi yang membatasi kekuasaan dan memberikan perlindungan bagi HAM belum diatur secara ketat alias terlalu longgar.
1) Landasan Politis Demokratis Konstitusional
UUD 1945 yang sebelum diamandemen telah menjadika presiden menjadi pusat kekuasaan dengan berbagai hak prerogatif.
2) Landasan Yuridis
Secara yuridis, karena UUD 1945 sendiri telah mengatur prinsip dan mekanisme perubahan konstitusi (pasal 37).

2) Sisi kelebihan UUD 1945 hasil amandemen tahun 1999-2002 dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Semakin menguatnya kekuasaan legislatif DPR yang dulunya berimbang dengan presiden. Dalam arti kalau sebelum diamandemen berdasarkan pasal 5 ayat (1) presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang, diubah dalam amandemen pertama menjadi presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pasal 20 ayat (1) Amandemen Pertama UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-undang beralih kepada dewan perwakilan rakyat.
2. Periodesasi jabatan presiden menjadi lebih tegas yaitu masa jabatan presiden 5 tahun dan dibatasi dengan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan (lihat pasal 7 Amandemen Pertama UUD 1945).
3. Hak prerogratif presiden sedikit diperjelas sekaligus dibatasi (dalam arti positif). Sebagai contoh dalam hal mengangkat duta atau menerima duta dari negara lain presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (2) dan (3) Amandemen Pertama UUD 1945), demikian juga dalam memberikan amnesti dan abolisi perlu pertimbangan DPR (pasal 14 ayat (2) Amandemen Pertama UUD 1945). Sedangkan untuk pemberian grasi dan rehalibitasi presiden perlu memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat (1) Amandemen Pertama UUD 1945).
4. Adanya pengaturan tentang otonomi daerah dan penghormatan terhadap masyarakat adat (Pasal 18 dan Pasal 18A Amandemen kedua UUD 1945).
5. Telah diaturnya tentang keberadaan mahkamah konstitusi sebagai penjaga konstitusi dan tempat bagi judicial review (pasal 7B Amandemen Ketiga dan Pasal 24 huruf C Amandemen Ketiga UUD 1945).
6. Pengaturan mengenai hak asasi manusia menjadi lebih rinci dan luas (seperti Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A sampai 28C , Pasal 29 ayat 2, Pasal 30 ayat 1, Pasal 31 ayat 1, Pasal 33, dan Pasal 34 ayat 1).
7. Terdapat pemisahan secara tegas mengenai posisi kelembagaan, struktur, dan ruang lingkup antara Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan, memelihara dan melindungi keutuhan dan kedaulatan negara, dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta unsur penegak hukum (Pasal 30 Amandemen Kedua UUD 1945).
8. Adanya pengaturan yang memberikan perhatian yang lebih terhadap dunia pendidikan (Pasal 31 ayat (4) Amandemen Keempat UUD 1945).
9. Penetapan atas lambang negara, lagu kebanggan yang selama ini belum dimasukkan dalam konstitusi (Pasal 36A dan Pasal 36B Amandemen Kedua UUD 1945).
10. Adanya penetapan bahwa untuk bentuk negara kesatuan bagi Indonesia adalah harga mati atau tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 5 Amandemen Keempat UUD 1945).

C. Penutup
Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Negara dan konstitusi berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Bagi bangsa Indonesia negara dan konstitusi adalah dwitunggal.





Daftar Pustaka

Erwin, Muhammad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Andalas: Aditama.
Chaidir, ellydar. 2007. Hukum dan Teori Konstitusi. Jogjakarta: Kreasi Total Media Yogyakarta.
Gino. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan 2. Jakarta Timur: Yudhistira.
Mansyuri, Arif. 2010. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar