BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu pengetahuan yang mengkaji
anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak filsafat ilmu
pengetahuan. Dalam filsafat ilmu pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat
ilmu pengetahuan tertentu secara rasional. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan
cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan
dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan
kebenaran ilmu tertentu. Ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat tidak
pernah habis bila kita pelajari karena ilmu pengetahuan itu sangat luas.[1]
Filsafat
matematika adalah cabang dari filsafat ilmu pengetahuan. Dalam filsafat
matematika salah satu kajiannya yaitu bukti-bukti dalam matematika. Pembuktian
matematika mengandung unsur-unsur yang berupa kalimat-kalimat atau
proposisi-proposisi yang memuat konsep. Konsep adalah ide abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan atau mengklarifikasikan sekumpulan objek, apakah
objek tertentu merupakan contoh konsep ataukah bukan. Konsep berhubungan erat
dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan
adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari
konsep yang didefinisikan.[2]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pembuktian matematika?
2.
Bagaimana bukti dan kepastian dalam matematika?
3.
Bagaimana bukti dan proporsisi dalam matematika?
4.
Bagaimana bukti dan konsep dalam matematika?
5.
Bagaimana bukti dan aturan dalam matematika?
6.
Bagaimana bukti dan eksperimen dalam matematika?
7.
Bagaimana bukti dengan reductio ad absurdum dalam matematika?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui pengertian pembuktian matematika.
2.
Untuk mengetahui bukti dan kepastian dalam matematika.
3.
Untuk mengetahui bukti dan proporsisi dalam matematika.
4.
Untuk mengetahui bukti dan konsep dalam matematika.
5.
Untuk mengetahui bukti dan aturan dalam matematika.
6.
Untuk mengetahui bukti dan eksperimen dalam matematika.
7.
Untuk mengetahui bukti dengan reductio
ad absurdum dalam matematika.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Bukti dalam Matematika
Pembuktian Matematika adalah sebuah demonstrasi yang meyakinkan atas rumus teorema itu benar, dengan bantuan logika dan matematika. Pembuatan bukti telah lama mendapatkan perhatian besar
dalam matematika teoretis.[3] Pembuktian
matematika memiliki dua makna, yaitu makna praktis dan makna teoritis. Makna
teoritis bersifat formal yang merupakan transformasi dari sederetan simbol
tertentu yang berupa pernyataan formal dan mengikuti aturan logika (aturan
inferensi) seperti Modus Tollens, Modus Ponens, dsb. Setiap
langkah pembuktian merupakan suatu logika deduksi yang ketat. Pembuktian dalam
arti teoritis menjadi pembuktian yang bersifat formal dan ideal.[4]
1.
Bukti
dan Kepastian Matematika
Suatu
sistem matematika mengandung unsur-unsur yang berupa kalimat-kalimat atau
proporsisi yang memuat konsep. Konsep dituangkan dalam definisi, aksioma, dan
teorema. Teorema dalam matematika merupakan pernyataan matematis yang bersifat
umum dan jangkauannya luas. Teorema merupakan hasil dari struktur matematika
berdasarkan aksioma-aksioma yang telah ditetapkan dan kebenarannya menuntut
bukti. Peran bukti dalam matematika tidak dapat digantikan. Semua penyataan
maematika yang tidak ditetapkan sebagai suatu aksioma hanya dapat diterima
dengan bukti. Bukti meyakinkan kebenaran proposisi. Peran bukti dalam
matematika dapat dipandang sebagai batu uji dan penjamin kebenaran bagi
pernyataan matematika.[5]
Bukti
memberi kepastian matematis. Oleh karena itu bukti harus dengan mudah dan jelas
untuk dilihat dan dimengerti, bersifat tegas dalam arti didasarkan atas konsep,
pengertian atau proposisi-proposisi yang telah dijamin kebenarannya. Bukti
tidak boleh diragukan, sebab keraguan akan merusak bukti dan akan berakibat
berkurangnya keyakinan matematis. Agar
bukti memberikan kepastian yang tinggi, maka bukti harus disajikan dan
dapat diamati. Pengamatan dan pengujian suatu bukti menuntut suatu bukti
memiliki reprodukbilitas dalam rangka menghilangkan keraguan. Kadang-kadang
sebagai penjelas bukti diperlukan gambar atau sket lebih-lebih di bidang
geometri. Menurut Wittgeinstein bukti dengan gambar geometri tidak eksak.
Pendapat Wittgeinstein ini memperlihatkan bahwa pengamatan yang dimaksudkannya
bukan pengamatan indrawi semata. Pengalaman menunjukkan bahwa manusia sering
terkecoh oleh gambar.[6]
Bukti
dalam matematika bersifat logis dan mempunyai sesuatu yang khas, ketegasan
mutlak, diturunkan dari ketentuan dalam logika dari hukum yang mendasar dan
hukum-hukum penarikan kesimpulan. Agar bukti membawa kepada kepastian
matematis, maka bukti harus jelas, logis, mudah dilihat, serta dapat ditulis
kembali. Sehingga bukti berperan juga sebagai pemandu atau pembawa
pengalaman-pengalaman kedalam saluran-saluran yang jelas dalam suatu sistem
matematika.[7]
2.
Bukti
dan Proposisi
Hakikat
matematika terdiri dari teknik-teknik berbeda dari kalkulasi dari suatu tubuh
dari proposisi-proposisi yang benar. Teorema bukan sebagai self explanatory (tidak
dapat dipakai untuk menjelaskan dirinya sendiri). Teorema harus dibuktikan, dan
proposisi-proposisi harus dikontruksi. Apa yang dikatakan proposisi matematika
adalah selalu apa-apa yang oleh bukti dibuktikan. Aturan inferensi dalam bukti
selalu merupakan proposisi-proposisi matematis dan menjadikan
proposisi-proposisi dalam urutan yang logis. Bukti dan proposisi terorganisir
dalam suatu sistem matematika. Definisi aksioma, dan teorema menentukan
struktur sistem.[8]
Proposisi
matematika ditentukan oleh apa yang menjadi bagian dari suatu sistem matematika
yang dapat digunakan untuk membuktikan proposisi matematika yang
diragukan. Bukti-bukti dikontruksi untuk
memantapkan suatu sistem aksiomatika baru. Agar suatu proposisi matematika
menjadi bermakna, proposisi matematika harus menjadi bagian dari suatu sistem
bukti matematika dengan aturan yang digunakan dalam sistem ini. Apabila suatu
“proposisi” tidak memiliki bukti, maka tidak boleh atau tidak benar “proposisi”
itu disebut proposisi. Bukti matematik suatu proposisi berupa serangkaian
proposisi yang dihubungkan dengan pengertian, aksioma, aturan, atau proposisi
yang telah dibuktikan dengan hukum-hukum penarikan yang bersifat logis. Bukti
termuat pada latar belakang dari proposisi yang terkait dengan pembuktian.
Pembuktian memuat prosedur yang menurunkan suatu proposisi dari proposisi yang
lain. Rangkaian proposisi-proposisi pada pembuktian mungkin juga memuat
pembuktian terhadap proposisi-proposisi yang berada dalam rangkaian pembuktian
itu. Bukti-bukti yang dituntut dalam suatu proses pembuktian dapat
mengakibatkan bukti suatu proposisi tidak tunggal. Setiap bukti suatu proposisi
dapat memunculkan aturan atau pengertian baru. Oleh karena itu, bukti menjadi
pendorong pesatnya perkembangan matematika.[9]
3.
Bukti
dan Konsep
Adanya
hubungan antara bukti dan konsep matematika menyebabkan berkembangnya sistem
matematika. Langkah-langkah pembuktian adalah juga suatu konsep, sebab suatu
bukti tertentu memungkinkan orang untuk membentuk suatu pengesahan baru. Karena
bukti menegaskan kebenaran suatu pernyataan matematika dan juga menghasilkan
konsep-konsep baru, maka bukti dalam matematika mendukung pengembangan sistem
matematika dan setiap bukti dari suatu proposisi yang sudah dibuktikan
merupakan suatu sumbangan kepada matematika.[10]
4.
Bukti
dan Aturan
Teorema
baru yang telah dibuktikan dapat memberikan aturan baru yang dalam suatu sistem
matematika dapat diibaratkan meloncat dari satu lantai ke lantai di atasnya
tanpa melalui anak tangga. Penggunaan teorema yang telah dibuktikan untuk
menyelesaikan masalah tanpa harus melakukan langkah-langkah kecil yang setiap
langkah memerlukan justifikasi.[11]
Pengertian
aksioma bahwa aksioma terdiri atas underfined element dan relasi-relasi antar
unsur-unsur itu akan menentukan suatu struktur yang menghasilkan teorema dan
ini berarti menemukan sifat-sifat struktur dan selanjutnya terbentuk struktur
baru. Dalam aljabar, suatu sistem aljabar yang strukturnya memenuhi syarat ring
komutatif dan dalam sistem itu memiliki suatu unit, maka sistem aljabar itu disebut
ring dengan unit. Salah satu teorema dalam sistem aljabar yang strukturnya
merupakan ring dan unit adalah theorema 23.2. if R is a ring with unity,
then this unity I is the only multiplicative identity. Suatu sistem baru
yang strukturnya di sebut ring pembagi (division ring) dapat dibentuk setelah
theorema 23.2 dibuktikan.[12]
5.
Bukti
dengan Reductio ad Absurdum
Bukti
deduktif dalam matematika ada berbagai macam tipe yang dapat dikelompokkan atas
dua kelompok yaitu pembuktian cara langsung dan cara kontradiksi. Pembuktian
cara langsung meliputi modus ponens, transirvitas, modus tollens, deductions
theorem, contraposition, proof by cases dan mathematical induction, sedangkan
bukti dengan kontradiksi meliputi bukti dengan contoh kontra dan bukti tak
langsung. Tidak semua proposisi matematika dapat dengan mudah dapat dibuktikan
secara langsung. Reductio ad absurdum atau bukti kemustahilan adalah suatu cara
pembuktian dengan cara tak langsung.[13]
Inti
penalaran reductio ad absurdum adalah akan membuktikan bahwa proposisi “p”benar
dengan mengambil langkah pertama menganggap negasi p yaitu “~p” adalah
proposisi yang benar. Langkah kedua menurunkan suatu kontradiksi berdasarkan
anggapan bahwa “~p” benar. Karena anggapan yang telah ditetapkan menghasilkan
kontradiksi dan kontradiksi adalah tidak masuk akal (absurd), maka kemungkinan
“~p” benar ditolak, dan disimpulkan bahwa p benar. Prinsip logika yang
digunakan dalam reductio ad absurdum adalah hukum kontradiksi. Kontradiksi yang
muncul dapat berupa suatu kalimat yang berbentuk seperti (p˄~p), atau suatu
ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan matematika yang sudah dijamin
kebenarannya, atau suatu pernyataan matematika yang sudah jelas salah.[14]
Goodstein
menyatakan bahwa pada umumnya para matematikawan tidak menyukai bukti dengan
reductio ad absurdum dengan alasan estetika dan filsafat, sedangkan para
matematikawan aliran intuitionisme menolak keabsahan bukti dengan reductio ad
absurdum. Wittgenstein dapat menerima bukti dengan reductio ad absurdum. Karena
bukti matematika dapat dipandang sebagai batu uji bagi pernyataan matematika
dan pemberi kepastian matematis, maka keabsahan bukti dengan reductio ad
absurdum merupakan masalah filsafat matematika.[15]
6.
Bukti
dan Eksperimen
Bukti
dalam matematika bukan suatu eksperimen, tetapi merupakan praktik dimana orang
meletakkan aturan gramatika untuk mendeskripsikan tata permainan bahasa. Bukti
dalam matematika berbeda dengan bukti dalam ilmu pengetahuan alam atau sains.
Sains mempunyai objek dengan tipe khusus yang dibentuk eksperimen. Proposisi
dalam sains ilmu pengetahuan alam adalah proposisi empirik. Sedangkan dalam
matematika, keyakinan dan kepastian didasarkan pada proposisi gramatik.
Matematika memuat aturan yang harus ditaati.[16]
Proposisi-proposisi matematika berperan dalam
tata permainan bahasa matematika. Peran proposisi matematika dalam tata
permainan bahasa matematika menjadi tumpuan matematika. Bukti matematika
membentuk suatu relasi internal dalam matematika yang dapat menghilangkan
keraguan terhadap proposisi-proposisi matematika. Wittgenstein sangat tegas
memelihara jarak antara bukti dalam matematika dan eksperimen dalam sains.[17]
Penelitian terhadap bukti tidak hanya secara
sekilas tentang langkah-langkah atau memahami langkah-langkah bukti tetapi juga
mencakup aturan yang digunakan dalam pembuktian. Jika bukti tidak dapat
diteliti seperti itu, berarti bukti tidak meyakinkan. Bukti dalam matematika
berangkat dari sejumlah proposisi dan dengan penalaran logis menghasilkan suatu
proposisi yang benar tanpa melalui langkah-langkah eksperimen. Proposisi
matematika adalah suatu proposisi gramatik, oleh karena itu proposisi
matematika tidak dapat disangkal oleh eksperimen. Perbedaan antara konsep bukti
dan eksperimen menunjukkan bahwa matematika memiliki suatu ciri penting bahwa
matematika adalah pengetahuan yang tidak sejenis dengan ilmu pengetahuan alam.[18]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembuktian
matematika adalah sebuah demonstrasi
yang meyakinkan atas rumus, teorema itu benar, dengan bantuan logika dan matematika. Pembuatan bukti telah lama mendapatkan perhatian besar
dalam matematika teoretis. Bukti memberi kepastian matematis, oleh karena itu bukti
harus dengan mudah dan jelas untuk dilihat dan dimengerti. Bukti dalam
matematika bersifat logis dan mempunyai sesuatu yang khas dan hukum-hukum
penarikan kesimpulan sehingga bukti berperan juga sebagai pembawa
pengalaman-pengalaman kedalam saluran-saluran yang jelas dalam suatu sistem
matematika.
Proposisi
matematika di tentukan oleh apa yang menjadi bagian dari suatu sistem matematika
yang dapat digunakan untuk membuktikan proposisi matematika yang diragukan. Pembuktian
memuat prosedur yang menurunkan suatu proposisi dari proposisi yang lain.
Teorema baru yang telah dibuktikan dapat memberikan aturan baru yang dalam
suatu sistem matematika dapat ibaratkan meloncat dari satu lantai ke lantai
berikutnya tanpa melalui anak tangga berikutnya. Bukti matematika membentuk
suatu relasi internal dalam matematika yang dapat menghilangkan keraguan
terhadap proposisi matematika.
Bukti deduktif
matematika ada berbagai macam tipe yang dapat dikelompokkan atas dua kelompok
yaitu cara langsung dan cara kontradiksi. Reductio ad absurdum atau bukti
kemustahilan adalah suatu cara pembuktian dengan cara tak langsung. Prinsip
logika yang gunakan dalam reductio ad absurdum adalah hukum kontradiksi yang
muncul dapat berupa kalimat atau suatu ketentuan yang bertentangan dengan
ketentuan matematika yang sudah dijamin kebenarannya, atau suatu pernyataan
matematika yang sudah jelas salah.
[1]http://www.sarjanaku.com/2010/09/hakikat-matematika.html
diaskses pada tanggal 9 September 2016 jam 11:00 WIB
[2]https://hartikadwipratiwi.wordpress.com/2013/11/15/makalah-hakekat-matematika/
diakses pada tanggal 9 September 2016
jam 11:10 WIB
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_matematika
diakses pada tanggal 9 September 2016 jam 11:20 WIB
[4] Hardi Suyitno, Filsafat Matematika, (Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang), h. 93.
[5] Ibid., h. 94.
[6] Ibid.,
[7] Ibid., h. 95.
[8] Ibid.,
[9] Ibid., h. 96.
[10] Ibid., h. 97.
[11] Ibid.,
[12] Ibid., h. 99.
[13] Ibid.,
[14] Ibid., h. 100.
[15] Ibid.,
[16] Ibid., h. 101.
[17] Ibid.,
[18] Ibid., h. 102.