Landasan Religius Pendidikan
A.
Pengertian dan Ciri-ciri Agama
1.
Pengertian
Agama
a. Pengertian
Agama secara Bahasa (Etimologi)
Masyarakat
Indonesia, di samping mengenal istilah agama,istilah religious (bahasa
inggris), dan al-Din (bahasa arab). Dari ketiga istilah tersebut menjadi bahan
pertimbangan dikalangan para ahli mendefinisikan. Dalam arti bahwa ketiga
istilah tersebut mempunyai pengertian dan konotasi yang sama atau berbeda
sebagai berikut:
1)
Agama
berasal dari kata Sansakerta, yang berasal dari dua suku kata, a,artinya tidak
dan gama,artinya pergi, jadi agama tidak pergi,(Nasition,1979: 9).
Menurut Sidi
gajalba, agam berasal dari kata,”gam”, mendapatkan dan akhiran a, sehingga
menjadi agama,artinya jalan,agama adalah jalan hidup,
Tajdab,dkk
(1994:37) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a, berate tidak
dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau, tidak
kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama merupakan suatu kepercayaan
yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia.
Jadi, agama
adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia
ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan.
2)
Religi
berasal dari bahasa Latin, asalnya relegere, artinya mengumpulkan, membaca.
Kata religie (bahasa Belanda), atau religious (bahasa Inggris). Agama merupakan
cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan harus dibaca. Pendapat yang lain mengatakan
asal kata itu berasal dari kata religare, artinya mengikat. Maksudnya adalah
mengikat diri pada kekuatan gaib yang suci, yakni Tuhan. Kekuatan gaib yang
suci tersebutdiayakini sebagai kekuatan yang menentukan jalan hidup dan
mempengaruhi kehidupan manusia.
Dengan
demikian, kata religi pada dasarnya mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan
adanya kekuatan gaib yang suci, yanga menentukan jalan hidup dan mempengaruhi
kehidupan manusia.
1.
Al-Din
berasal dari bahasa Arab, dari kata dasar daana ( ), artinya hutang atau
sesuatu yang harus dipenuhi atau ditunaikan. Dalam bahasa Semit (induk bahasa
Arab), kata diin ( ) tersebut berarti undang-undang atau hukum. Dengan
demikian, bahwa kata daana dan diin menunjukan pengertian sebagai undang-undang
atau hukum yang harus ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang
yang akan dituntut untuk ditunaikan, serta akan mendapatkan hukuman, jika kita
tidak menunaikannya.
Dari ketiga
(agama, religious, dan al-Din), dapat diambil suatu pengertian, yaitu:
pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib dan suci yang harus
dipenuhi atau ditunaikan supaya hidupnya lebih teratur dan mendatangkan
kesejahteraan serta keselamatn.
Sedangkan
menurut Tadjab, dkk., (1994:39), dari ketiga kata agama, religious, dan al-din
tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa :
1.
Kekalahan
dan penyerahan diri kepada pihak yang berkuasa.
2.
Ketaatan
dan penghambaan dari pihak yang lemah kepada pihak yang perkasa atau yang
perkasa atau yang berkuasa.
3.
Undang-undang
atau hubungan dan peraturan yang berlaku dan harus ditaati.
4.
Peradilan,
perhitungan, atau pertanggungjawaban atas pembalasan vonis, dan lain
sebagainya.
Dengan demikian, unsur-unsur penting terdapat
dalam agama (harun Nasution, 1985:11), yaitu:
1.
Kekuatan
gaib, manusia merasa lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai minta
tolong.
2.
Keyakinan
manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung
pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud.
3.
Respon
yang bersifat emosional dari manusia, baik dalam bentuk rasa takut seperti yang
terdapat dalam agama-agama monoteisme.
4.
Paham
adanya yang kudus (sacred) dan suci.
Dari ketiga
istilah (agama, religious, dan al-din), ada pendapat yang memberikan pengertian
yang sama, tapi ada juga yang memberikan pengertian yang berbeda. Adapun
pendapat-pendapat tersebut sebagaimana di bawah ini:
1.
Pendapat
yang menyatakan bahwa istilah agama, religious, dan al-din itu mempunyai
pengertian masing-masing. Pendapat yang pertama ini dikemukakan oleh Siti
Gazalba dan Zainal arifin Abbas. Menurut Siti Gazalba (1975) bahwa istilah
al-din lebih luas pengertiannya daripada istilah agama dan religious. Agama dan
religious hanya berisi hubungan menusia dengan tuhannya saja, sedangkan al-din
selain berisi hubungan manusia dan Tuhannya, juga berisi hubungan manusia dan
manusia. Adapaun menurut Zainal A. Abbas (1984) bahwa dalam al-Qur’an, kata
al-din hanya ditunjukan kepada Islam saja, dan selainnya tidak demikian.
Sebagaimana dalam QS. Ali Imran: 19, di mana Allah hanya mengakui Islam
sebagaimana yang sah.
2.
Pendapat
yang menyatakan bahwa dari ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama, hanya berbeda dari aspek bahasannya saja. Pendapat yang kedua ini
dipelopori oleh Endang S. Anshori (1987) yang sekaligus membantah pendapat yang
pertama. Argumentasi pendapat yang kedua ini didasarkan kepada:
a)
Argumentasi
al-Qur’an, menyatakan bahwa banyak dalam al-Qur’an kata al-Din, yang memakai
alif lam atau tidak (din), digunakan untuk menyatakan agama-agama selain Islam.
Sebagaimana ada dalam QS. Al-Kafirun: 6, al-Taubah: 33, al-Shaf: 9 dan
al-Fath: 28.
b)
Argumentasi
ilmiah, bahwa dalam dunia ilmu pengetahuan yang berbahasa Arab, bahasa Inggris
maupun bahasa Indonesia juga dipakai untuk agama selain Islam.
Dari kedua
pendapat diatas, dapat diambil suatu kesimpulan, terjadinya perbedaan pendapat
itu hanya dalam aspek bahasa saja, sedangkan dalam prakteknya, istilah agama,
religious, dan al-Din mempunyai etimologi yang sama, yaitu agama, baik islam
maupun selain islam.
b. Pengertian
Agama secara istilah (Terminologi)
Selain dalam
etimologi tentang agama, para ahli juga dalam membahas agama secara terminologi
mempunyai perbedaan pendapat. Hal itu itu disebabkan adanya keterbatasa dalam
pengamatan terhadap gejala-gejala atau perilaku kehidupan agama. Dengan
demikian, definisi yang mereka kemukakan pun sangat tergantung kepada
keterbatasan tersebut. (Tadjab, dkk.,1994:40)
Beberapa
pendapat para ahli tentang pengertian agama secara istilah, di antaranya :
1.
Menurut
A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang
paling esensial yang besifat universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran
spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak
ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya,
serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh
manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
2.
Menurut
Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan dan
perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia
kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian
memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang
mengelilinginya.
3.
Menurut
Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan rohani
manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya,
makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.
Dari ketiga
pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki titik persamaan.
Semua menyakini bahwa agama merupakan :
1.
Kebutuhan
manusia yang paling esensial.
2.
Adanya
kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
3.
Adanya
kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,
mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.
Jadi, agama
menurut istilah adalah kebutuhan manusia yang sangat esensial terhadap yang ada
di luar jangkauannya untuk membimbing, mengarahkan, dan mengasihinya supaya
mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan dalam hidup manusia.
1)
Ciri-ciri
Agama
a. Subtansi yang
Disembah
Esensi dari
keagamaan adalah penyembahan terhadap sesuatu yang dianggap berkuasa, yang ada
di luar diri manusia. Atau adanya rasa kecenderungan manusia terhadap kekuatan
yang gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Tentu sesuatu
yang dianggap gaib itu, merupakn sesuatu “Yang Maha” dari segala-galanya.
Substansi yang disembah menjadi pembeda dalam mengkategorikan agamanya.
b. Kitab Suci
Kitab suci
merupakan salah satu ciri khas dari agama. Bila suatu agama tidak memilikinya,
maka bagaimana ajaran agamanya mau berkembang dan menyebar pada yang lainnya .
Adapun kitab suci yang ada di dunia ini dikelompoka menjadi kitab agama samawi,
seperti: agama Yahudi kitab sucinya Taurah, agama Kristen kitab sucinya Injil,
dan agama Islam kitab sucinya al-Qur’an, dan kitab Tabi’I, seperti: agama Hindu
kitab sucinya Weda (Veda) atau Himpunan Sruti dan agama Budha kitabsucinya
Tripitaka.
c. Pembawa Ajaran
Dalam agama
samawi pembawa ajaran suatu agama disebut dengan seorang Nabi atau Rasul.
Para Nabi dan Rasul menerima amanat atau ajaran dari Tuhannya berupa wahyu
untuk disampaikan kepada masyarakat atau para pengikutnya. Sedangkan agama
Tabi’I, proses kenabiannya, melalui proses evolusi yang dihasilkan berdasrkan
sebuah julukan atau penghormatan kepada seseorang yang sudah dianggap paling
“unggul” dan “mampu” dari komunitas agamanya. Jadi, agama Tabi’I, pengangkatan
seorang yang dianggap “Rasul dan Nabinya” oleh komunitas atau pengikutnya saja.
d. Pokok-pokok
Ajaran
Setiap agama,
baik agama samawi maupun agama tabi’i, mempunyai pokok-pokok ajaran yang wajib
bagi pemeluknya. Pokok-pokok ajaran ini disebut dengan istilah “dogma”, yaitu
setiap ajaran yang baik percaya atau tidak, bagi pemeluknya wajib untk
mempercayainya.
e. Aliran-aliran
Setiap agama
yang ada di dunia ini memiliki aliran-aliran yang berkembang pada agamanya
masing-masing, yang diakibatkan karena adanya perbedaan pandangan. Perbedaan
pandangan itu mengakibatkan timbulnya suatu aliran yang masing-masing saling
memperkuat dan memperkokoh pendapat paham kelompoknya.
B.
Pengaruh Agama bagi Manusia
a.
Latar
Belakang Fitrah Manusia
Fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri
manusia yang dibawa dari lahir. Potensi itu ada dan tercipta bersama dengan
proses penciptaan manusia.
Potensi fitrah
manusia itu jumlah cukup banyak, namun yang terpenting diantaranya: fitrah
agama,berakal,belajar,social,susila, berekonomi, berfolitik, seksual,
b.
Kelemahan
dan Kekurangan Manusia
Disamping manusia memiliki bebagai
kesempurnaan juga memiliki kelemahan. Manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan
yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya, yang
berfungsi menampung serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan.
c.
Tantangan
Manusia
Manusia dalam kehidupannya senantiasa
menghadapai berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan
dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (QS. Yusuf: 5 dan
QS. Al-Isra: 53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari
Tuhannya.
C.
Pengaruh Agama bagi pendidikan
1.
Pendidkan
Sekolah
Pengaruhnya pendidikan agama di lembaga pendidikan pada pembentukan jiwa
keagamaan pada anak. Pendidikan agama lebih menitikberatkan pada bagaimana
membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak,
antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau
membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama di
keluarganya. Dalam konteks ini, peranan guru agama harus mampu mengubah sikap
anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.
2.
Pendidikan
di Luar Sekolah
a.
Pendidikan
di Keluarga
Keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam proses pendidikan.
Dan kedua orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam proses
tersebut. Kewajiban kedua orang tua untuk selalu membentuk, membimbing,
mengarahkan, dan mengawasi perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya.
Pendidikan
keluarga merupakan pendidikan dasar dan utama bagi pembentukan jiwa keagamaan.
b.
Pendidikan
Masyarakat
Para ahli
pendidikan menyepakati bahwa pendidikan di masyarakat termasuk pada lembaga
pendidikan yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa keberagamaan
seorang peserta didik.
Fungsi dan
peran masyarakat dalaam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari
seberapa jauh masyarakat tersebut menjungjung norma-norma keagamaan itu
sendiri.
D.
Urgensi Agama bagi Landasan Pendidikan
Pendidikan
adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukan dalam upaya untuk mengantarkan
peserta didik menuju pada tingkat kematangan atau kedewasaan, baik moral maupun
intelektual. Pendidikan tidak semata-mata hanya berorientasi pada cita-cita
intelektual saja. Namun tidak melupakan nilai-nilai ketuhanan, individual dan
social. Artinya, proses pendidikan disamping akan menuntuk dan memancing
potensi intelektual seseorang, juga menghidupkan dan mempertahankan unsur
manusiawi dalam dirinya dengan landasan iman dan takwa.
Oleh karena
itu, A. Tafsir (2008: 11-12), menjelaskan bahwa pendidikan agama itu tidak akan
berhasil bila hanya diserahkan kepada guru agama. Dia mengatakan pendidikan
keimanan dan ketakwaan, inti dari pendidikan agama, itu adalah tugas
bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam arti bahwa perlu
adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan, materi, proses, dan lembaga.
Dengan adanya
undang-undang dan fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan, menjadikan
agama sebagai suatu yang wajib untuk dijadikan landasan dalam proses
pendidikan, baik di tingkat das ar
maupun menengah, dan bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar